Kang Syaichu

Motivation to Learn

Kamis, 30 Juni 2011



Menikmati Ketidakberadaan
Beberapa waktu yang lalu, saya ketemu dengan teman lama waktu SMA. Dari penampilannya dia terlihat cukup sukses. Setidaknya, terlihat dari mobil yang dia pakai, merk terkenal dan keluaran terbaru. Karena lama tidak bertemu, jadilah nostalgia berulang dari cerita kami berdua. Termasuk menceritakan keberhasilan dia sampai saat ini. Ternyata, dia berbisnis jual beli mobil. Usahanya semakin berkembang pesat karena juga didukung banyak lembaga keuangan. Sebagai teman saya bangga melihat keberhasilannya, karena berharap bisa menjadi motivasi bagi saya ke depan. Namun, pada akhir pembicaraan kami, saya agak tidak nyaman dengan apa yang dia ucapkan kepada saya.
“Ayo….dong bangkit usaha, masa nggak bosan hidup miskin terus… Orang lain sudah mulai berpikir bagaimana (maaf) kotoran bisa jadi uang, kamu…begitu-begitu aja..hahaha”. katanya berseloroh.
“ Ya doanya saja lah, siapa sih yang nggak ingin kaya….” Jawab saya.
Sebenarnya apa yang teman saya sampaikan tidak ada yang salah. Hanya saja saya merasa tidak nyaman karena dia melihat saya tidak ada yang berubah. Padahal untuk bisa survive seperti sekarang, bagi saya merupakan prubahan yang luar biasa. Tapi saya tetap berharap bahwa maksud teman saya adalah memotivasi saya, bukan tidak menghargai apa yang telah saya capai.
Meski begitu, saya tetap berusaha mencari hikmah dari pertemuan yang berharga tersebut. Karena saya meyakini bahwa setiap peristiwa selalu saja memberikan pelajaran hidup buat kita. Termasuk pertemuan kecil yang saya ceritakan di atas. Salah satu pelajaran yang saya dapat, sebagian besar orang ternyata menganggap kemiskinan memang sangat memalukan. Di sisi lain, setiap kita mempercayai bahwa kemiskinan bisa menjadi ujian atau juga hukuman. Kita juga memahami bahwa kesabaran dan keikhlasan kunci untuk menerima ujian yang Allah berikan kepada kita.
Ternyata saya mendapat pelajaran bahwa kita harus mempunyai mental dan kesiapan untuk berjuang hidup dan berani hidup. Karena kemajuan teknologi dan peradaban manusia kadang-kadang menafikan sunatullah. Kita akan sulit mengukur kekayaan seseorang kalau tidak karena adanya kemiskinan. Kita juga akan sulit mengukur tingkat cahaya di suatu tempat kalau tidak karena adanya gelap. Begitulah ketentuannya, kehidupan memang berpasangan dan bersifat kontradiktif.
Jadi, bersiap-siap secara mental untuk ‘menikmati’ kemiskinan menjadi jauh lebih penting dari pada berkhayal tentang kekayaan. Semakin siap mental seseorang menikmati ketidakberadaan, maka semakin memperjelas kualitas hidup seseorang. Bahkan, semakin mempertegas pencapaian keberhasilan seseorang terhadap tujuannya yang hakiki. Kesiapan mental itulah yang semakin mendekatkan manusia kepada Robb, yang menjadi Penguasa bagi seluruh alam.
Saya teringat pesan orang tua dulu, lebih baik menangis di masa muda untuk tersenyum di masa tua. Dari pada tersenyum di masa muda dan menangis di masa tua. Menikmati ketidakberadaan memang butuh perjuangan dan keberanian. Dan kembali kepada kuncinya SABAR dan IKHLAS. Sehingga, kemiskinan bukan sesuatu yang memalukan tetapi sesuatu yang harus dinikmati. Begitu pun kekayaan bukan sesuatu yang harus dibanggakan karena setiap saat Allah Maha Berkehendak, termasuk mengambilnya kembali… Wallahu a’lam bishshawab.

Kang Syaichu

Baca seterusnya......

Rabu, 15 Juni 2011

Cerita Singkat



Sesaat sebelum Upacara Bendera
 
Pagi itu, seperti biasa saya sudah hadir pagi-pagi karena bersiap menjadi Pembina Upacara dalam Apel Senin. Saya meminta para pengurus OSIS untuk menyiapkan perlengkapan upacara, termasuk sound system. Kebetulan tape deck yang biasa digunakan sebagai sound system sedang diperbaiki, jadi terpaksa menggunakan cadangan membrane speaker. Anak-anak biasa menyebut alat itu TOA (padahal merek).
Setelah semua terpasang, saya coba mengontrol kesiapan yang sudah dilakukan oleh pengurus OSIS. Biasanya dilakukan 15 – 30 menit sebelum bel tanda upacara berbunyi. Mang Pii, penjaga sekolah, terlihat sedang membersihkan halaman setiap kelas sebelum oleh siswa digunakan. Tiba-tiba, Mang Pii mendekati mic yang sudah terpasang dan mengambilnya. Kemudian berbicara melalui mic yang sudah siap pakai dengan lantang.
“ Hayoooooh!!! Pada mabok gadung kabeh yah!” katanya berkali-kali dengan lantang sekali.
Saya hanya tertawa saja, karena orang tua ini memang suka melucu. Dan saya menganggap kejadian biasa saja. Kemudian bel panjang berbunyi tanda upacara siap dimulai. Dan upacara pun berjalan lancar seperti biasa.
Setelah upacara selesai, sebagai Pembina Upacara, saya lebih dulu meninggalkan lapangan upacara dan langsung menunju ruangan guru. Sampai di ruang guru, saya melihat pak Ghozali sedang tertawa terbahak dengan rekan guru yang lain. Saya masih belum mengerti, topik pembiacaraan apa yang menyebabkan dia begitu tergelak. Kemudian, pak Ghozali menjelaskan pada saya.
“ Jang…(begitu dia biasa memanggil saya) ngerti nggak maksud mang Pii bicara lantang di mic tadi pagi? “ tanyanya.
“ Nggak…pak” jawab saya jujur.
Kemudian pak Ghozali menjelaskan semua kepada saya. Setelah saya paham, saya pun tidak bias menahan tawa bahkan ikut terbahak-bahak.
Ternyata, apa yang disampaikan mang Pii itu sebenarnya sedang menyindir guru-guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang kebetulan bersebelahan dengan Madrasah Aliyah Pesantren. Selain itu dia juga menyindir banyak orang di sekitar rumahnya.
Kejadiannya adalah pada hari Sabtu, dua hari sebelum upacara pagi itu, murid-murid kelas VI MI sedang praktek keterampilan memasak. Mereka berkelompok untuk mempersiapkan masakannya masing-masing untuk dinilai oleh guru keterampilan. Naasnya, ada satu kelompok yang memasak sayur asam yang dicampur dengan Gadung (semacam ubi rambat yang beracun dan untuk dikonsumsinya harus disamak dulu agar hilang racunnya). Biasanya proses racunnya tidak langsung terasa tapi cukup lama.
Masalahnya, justru guru-guru MI banyak menyantap sayur beracun itu karena rasanya dianggap paling lumayan. Bahkan, karena berlebih sayur naas itu diberikan kepada mbok Mar yang tidak lain istri mang Pii yang punya warung makan. Lebih naas lagi, sayur itu dibagikan juga kepada beberapa tetangga mbok Mar. Nah, pada sore harinya terjadilah mendem (mabok karena racun tanaman seperti jamur, ubi dll) secara massal. Termasuk juga guru-guru MI yang mengkonsumsi sayur asam itu. Mereka semua baru pulih dari mendem sehari setelahnya (Minggu sore).
Jadi itulah alasan kenapa mang Pii berbicara lantang di membrane speaker keras-keras. Saya jadi tertawa sendiri kalau ingat cerita itu dari pak Ghozali.

Kang Syaichu

Baca seterusnya......

Senin, 23 Mei 2011

Fenomena Briptu Norman


Fenomena Briptu Norman dan Budaya Kita
Akhir-akhir ini orang-orang ramai memperbincangkan tentang Briptu Norman. Pro dan kotra terus berlanjut, bahkan ada kecenderungan sudah masuk ke wilayah pribadi sang anggota Brimod tersebut. Seperti biasa, dengan segala argument masing-masing menyorotinya dari berbagai sudut, termasuk sudut budaya. Salah satu pendapat yang menarik adalah fenomena Chaiya-chaiya Briptu Norman menunjukkan bahwa kita seperti kehilangan jati diri bangsa. Kita mengagung-agungkan budaya bangsa lain. Sementara, kita dianggap melupakan warisan budaya leluhur kita sendiri. Sebenarnya pendapat tersebut sah-sah saja di tengah-tengah suasana kebebasan berpendapat yang sedemikian terbuka ini. Masalah sebenarnya bukan pada benarkah masyarakat telah kehilangan kebanggaan terhadap budaya kita sendiri. Tetapi, apakah memang budaya kita mendapat ruang pengembangan yang proporsional? Suka tidak suka, ruang pengembangan budaya masyarakat belum proporsional. Pemerintah sebagai pemegang kebijakan pengembangan budaya dalam kebijakannya sama sekali belum menyentuh secara signifikan pembangunan budaya kita. Kebijakan yang ada sebatas menjaga apa yang telah “jadi” dan sangat menonjol di masyarakat kita maupun di luar negeri. Selebihnya, menjadi tanggung jawab masyarakat untuk mengembangkannya. Sementara, kondisi sebagian besar masyarakat kita saat ini, kebutuhan dan perhatian akan pengembangan budaya masih merupakan kebutuhan lux. Bagi mereka memenuhi kebutuhan primer saja masih harus berjuang mati-matian untuk meraihnya.
Di sisi yang lain, budaya luhur yang begitu mendasar yang harus dimiliki oleh setiap inividu, seperti kejujuran, malu, dan taat aturan/norma semakin ditinggalkan. Ironisnya lagi, figur-figur yang seharusnya menjadi teladan seperti pejabat publik, wakil rakyat, dan para pesohor kita seperti berlomba saling mendahului untuk meninggalkannya. Bahkan nyaris setiap saat hadir di ruangan kita pemberitaan tentang upaya merendahkan dan meninggalkan budaya tersebut. Sehingga menjadi pilihan yang rasional bagi masyarakat kecil di tengah kejenuhan adalah mencari figur lain yang sanggup mengobati kejenuhan dan kebuntuan.
Oleh sebab itulah kehadiran Briptu Norman bak setetes air di tengah gurun. Asal-usulnya, pangkatnya, kepolosannya dan prosesnya menjadi selebriti dadakan adalah obat bagi dahaga masyarakat akan kebutuhan hiburan. Kehadirannya sanggup melupakan perilaku para oknum pejabat yang kehilangan budaya malu dan kasus-kasus korupsi yang susul menyusul. Selebritas Briptu Norman seperti mewakili “kemenangan” budaya wong cilik.
Jadi, fenomena Briptu norman hakikatnya sama sekali tidak berpengaruh apa-apa bagi perkembangan budaya kita. Kehadirannya tidak lebih sekedar obat untuk sejenak melupakan beban yang kian hari kian menghimpit. Ada fenomena lain yang jauh lebih memprihatinkan, bagaimana menguatkan kembali budaya malu, kejujuran, dan taat aturan/norma. Dan fenomena ini jauh lebih sulit dihapuskan karena dilakukan oleh orang-orang dengan status sosial “terhormat”. (16/11/2011)

Kang Syaichu

Baca seterusnya......

Rabu, 16 Maret 2011

Mengenal Soichiro Honda



The Owner of Honda
 
"Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya", Soichiro Honda

Pernakah Anda tahu, sang pendiri "kerajaan" Honda - Soichiro Honda – sebelum sukses diraihnya ia banyak mengalami kegagalan? Ia juga tidak menyandang gelar insinyur, lebih-lebih Profesor seperti halnya B.J. Habibie, mantan Presiden RI. Ia bukan siswa yang memiliki otak cemerlang. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru. "Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya disekitar mesin, motor dan sepeda," tutur tokoh ini, yang meninggal pada usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat mengindap lever.
Kecintaannya kepada mesin, mungkin 'warisan' dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah, tempat kelahiran Soichiro Honda. Di bengkel, ayahnya memberi cathut (kakak tua) untuk mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi motor penggeraknya.

Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906, ini dapat berdiam diri berjam-jam. Di usia 8 tahun, ia mengayuh sepeda sejauh 10 mil, hanya ingin menyaksikan pesawat terbang. Ternyata, minatnya pada mesin, tidak sia-sia. Ketika usianya 12 tahun, Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem kaki. Tapi, benaknya tidak bermimpi menjadi usahawan otomotif. Ia sadar berasal dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya rendah diri. Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke Jepang, bekerja Hart Shokai Company. Bosnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja disitu, menambah wawasannya tentang permesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, bosnya mengusulkan membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu. Tawaran ini tidak ditampiknya.

Di Hamamatsu prestasi kerjanya tetap membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya larut malam, dan terkadang sampai subuh. Otak jeniusnya tetap kreatif. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik meredam goncangan. Ia punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luarbiasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia. Di usia 30, Honda menandatangani patennya yang pertama.

Setelah menciptakan ruji, Honda ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Ia mulai berpikir, spesialis apa yang dipilih? Otaknya tertuju kepada pembuatan Ring Pinston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada tahun 1938. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu. Mereka menyesalkan dirinya keluar dari bengkel.

Karena kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal Ring Pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin. Siang hari, setelah pulang kuliah - pagi hari, ia langsung ke bengkel, mempraktekan

pengetahuan yang baru diperoleh. Setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah. "Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya," ujar Honda, yang gandrung balap mobil. Kepada Rektornya, ia jelaskan maksudnya kuliah bukan mencari ijasah. Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.

Berkat kerja kerasnya, desain Ring Pinston-nya diterima. Pihak Toyota memberikan kontrak, sehingga Honda berniat mendirikan pabrik. Eh malangnya, niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana. Ia pun tidak kehabisan akal mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar dua kali. Namun, Honda tidak patah semangat.

Ia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik Ring Pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal. Akhirnya, tahun 1947, setelah perang Jepang kekurangan bensin.

Di sini kondisi ekonomi Jepang porak-poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya untuk membeli makanan bagi keluarganya. Dalam keadaan terdesak, ia memasang motor kecil pada sepeda. Siapa sangka, "sepeda motor" – cikal bakal lahirnya mobil Honda - itu diminati oleh para tetangga. Mereka berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok. Disinilah, Honda kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda berikut mobinya, menjadi "raja" jalanan dunia, termasuk Indonesia.

Bagi Honda, janganlah melihat keberhasilan dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya. "Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya", tuturnya. Ia memberikan petuah ketika Anda mengalami kegagalan, yaitu mulailah bermimpi, mimpikanlah mimpi baru. Kisah Honda ini, adalah contoh bahwa Suskes itu bisa diraih seseorang dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, ataupun berasal dari keluarga miskin.


5 Resep keberhasilan Honda :

* Selalu berambisi dan berjiwa muda.
* Hargailah teori yang sehat, temukan gagasan baru, khususkan waktu memperbaiki produksi.
* Senangi pekerjaan Anda dan usahakan buat kondisi kerja senyaman mungkin.
* Carilah irama kerja yang lancar dan harmonis.
* Selalu ingat pentingnya penelitian dan kerja sama.
Sumber : awalsholeh.blogspot.com

Baca seterusnya......

Jumat, 04 Maret 2011

Sepak Bola Kita

Sepak Bola Nasional yang Bikin Stress
 
Menyimak hingar bingar pemilihan ketua umum PSSI, jadi ikut stress. Padahal olah raga, apalagi sepak bola hakikatnya di samping untuk kesehatan fisik tetapi juga untuk kesehatan rohani. Sepak bola saat ini telah menjadi sarana pemenuhan kebutuhan rohani. Banyak aspek yang mendukung untuk menunjang kebutuhan rohani kita, hiburan, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi, nasionalisme dan sebagainya.
Tetapi, di negeri tempat kita hidup, kalau kita mengikuti terus perkembangan sepak bola kita malah sebaliknya. Sepak bola nasional telah menjadi penyumbang stress yang efektif sekaligus menurunkan kecerdasan intelektual dan emosi. Setiap saat kita disuguhkan dagelan yang menurunkan dan merendahkan martabat. Seolah-olah kita hanya sebagai penonton yang sesekali bersorak atau kecewa menahan nafas karena kekalahan. Yang lebih lucu lagi, bukan pemain bola yang memainkan dagelan itu, tetapi para pengurusnya. Prestasi dan sportifitas hanya dongeng dari sebuah visi misi. Lebih naïf lagi, tidak ada yang merasa bertanggung jawab atas carut marut ini. Semua merasa benar, maknanya public yang salah, aneh kan?.
Kita semua cemas, jangan-jangan Negara memang menjelang bangkrut. Jangankan mengurusi peliknya kesulitan yang dialami masyarakat secara keseluruhan, ‘ngurusi’ bola yang bisa melepaskan kepenatan masyarakat dari beban yang terus menghimpit saja, sudah sulit didapat.
Kemarin sore, saya ‘tambah nganggur’ melihat anak-anak main bola di lapangan desa. Mereka begitu semangatnya, bahkan masing-masing anak memainkan dirinya sebagai idola mereka. Ada yang mengaku sebagai Christian Gonzales, Irfan Bachdim, atau Eka Ramdani. Termasuk menirukan gaya mereka saat merayakan gol ke gawang lawan. Saya jadi tersenyum sendiri melihat keceriaan mereka, tetapi sekaligus kecewa. Sebab mereka belum paham bahwa sepak bola nasional kebanggaannya sedang kronis. Kalau saja mereka tahu ruwetnya perkembangan sepak bola kita. Jangan-jangan akan berubah benci terhadap sepak bola. Mudah-mudahan tidak seburuk itu dampaknya.
Okelah kalau begitu….!!!!, yang penting harapan tidak boleh mati. Sepak bola nasional milik kita semua. Dan kita semua berhak mendapatkan yang terbaik dari perkembangan sepak bola kita. Kita nggak perlu perlu tersinggung kalau Negara tetangga mentertawakan kita, karena kita mungkin pantas untuk ditertawakan. So, masing-masing kita, introspeksi diri saja, mudah-mudahan sepak bola kembali pada fungsi yang sebenarnya, amiin.
Kang Ujang

Baca seterusnya......

Kamis, 24 Februari 2011

Menikmati Hidup dengan Kata "JANGAN"


1. Jangan merusak diri dengan membandingkan diri kita dengan orang lain. Karena setiap kita pasti diciptakan sangat spesial.
2. Jangan menentukan tujuan kita berdasarkan apa yang orang lain anggap penting. Karena hanya kita yang tahu apa yang terbaik untuk kita.
3. Jangan meremehkan sesuatu yang begitu dekat dengan hati kita. Manfaatkan mereka karena memang Allah menciptakan mereka untuk kebahagiaan kita.
4. Jangan berlebihan memperhitungkan hidup kita di masa lalu maupun di masa depan. Karena bila saatnya tiba tidak ada yang sanggup menolak taqdir Allah, kita harus meninggalkan itu semua.
5. Jangan menyerah dalam menghadapi persoalan hidup. Karena tidak ada yang benar-benar kalah, sampai kita berhenti berusaha.
6. Jangan takut untuk mengakui bahwa kita kurang sempurna. Karena menutupi ketidak sempurnaan adalah belenggu yang menyebabkan kita tidak bisa terisi oleh kelebihan orang lain.
7. Jangan takut menghadapi risiko. Karena ketakutan menghadapi resiko, menutup jalan kita untuk menjadi berani.
8. Jangan mengunci cinta dalam hidupmu, dengan berkata tidak mungkin menemukan. Cara tercepat untuk menerima cinta adalah memberikan; cara tercepat kehilangan cinta adalah dengan memegangnya terlalu erat, dan cara terbaik untuk menjaga cinta adalah memberikan sayap untuknya berkembang.
9. Jangan berharap meraih keberhasilan begitu cepat. Karena, itu akan melupakan dari mana kita berasal dan kemana kita akan pergi/kembali.
10. Jangan lupa bahwa kebutuhan emosi terbesar dari seseorang adalah kebutuhan untuk merasa dihargai. Jadi menghargai orang lain sama saja dengan mengisi kebutuhan emosi terbesar kita sendiri.
11. Jangan takut untuk belajar dari siapa atau apa pun. Karena pengetahuan sangat ringan dan menjadi harta kita yang selalu dapat dibawa kemanapun dengan mudah.
12. Jangan membuang-buang waktu untuk sesuatu yang sia-sia. Hidup bukanlah perlombaan, tetapi perjalanan yang harus dinikmati langkah demi langkah.

Baca seterusnya......

The Secret Power of Love




Rahasi Kekuatan Cinta
Jika engkau bukan seorang pencinta, maka jangan pandang hidupmu adalah hidup. Sebab tanpa cinta, segala perbuatan tidak akan dihitung pada hari perhitungan nanti. Setiap waktu yang berlalu tanpa cinta, akan menjelma menjadi wajah yang memalukan dihadapanNya. (Jalaludin Rumi, Filsuf Sufi Balkh/Afganistan abad 12)
Hanya dengan cinta yang indah, kita dapat bertahan terhadap derita kemiskinan, pahitnya kesedihan, dan duka perpisahan.” (Kahlil Gibran, Seniman, Penyair & Penulis Libanon abad 18)
Saya membaca dalam sebuah blog, bahwa salah seorang ahli beladiri terbesar Indonesia yaitu Subur Rahardja (Alm) pendiri PGB Bangau Putih pernah mengatakan sbb: “Cinta kasih adalah inti kekuatan daya hidup, inti kekuatan daya penyembuhan dan inti kekuatan daya pertumbuhan.” Kalau seorang ahli ilmu beladiri saja yang berdasarkan persepsi kita, identik dengan kekuatan dan kecepatan, ternyata mengatakan bahwa inti dari segala kekuatan itu adalah cinta kasih, tentulah tidak perlu diragukan lagi kebenarannya.
Juga seorang sahabat mengatakan bahwa kekuatan cinta kasih itu dapat melindungi kita dari segala macam bahaya dan serangan musuh! Katanya, “Bersihkan hati kamu dari segala ego sehingga dipenuhi oleh perasaan cinta kasih, maka akan ada perisai energi yang menyelubungi dan melindungi kamu sehingga semua niat jahat akan berbalik kepada diri mereka sendiri. Dan perasaan cinta kasih itu akan menarik lebih banyak situasi, orang, dan peluang yang akan membuat kamu merasakan lebih banyak lagi cinta kasih.”(oleh love_misticus)
Saya juga pernah membaca bahwa kekuatan cinta kasih itu membuat kita menjadi tidak dapat disakiti seperti dicontohkan oleh St. Fransiskus dari Asisi bahwa dengan kehadirannya saja suatu daerah yang bergejolak bisa menjadi tenang karena hatinya yang dipenuhi cinta kasih memancar dan bergema ke lingkungan sekelilingnya. Bahkan hewan-hewan buas pun menjadi jinak di hadapannya.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas maka cinta kasih itu layak untuk kita praktikkan dalam kehidupan kita, dalam pikiran, perasaan, dan tindakan kita. Biarlah keberadaan kita di dunia ini dapat memberikan sumbangsih untuk menjadikan dunia ini menjadi lebih baik dengan keberadaan kita yaitu dengan menyebarkan kebaikan, pikiran dan perasaan cinta kasih.
Semalam, saya bermimpi tentang seekor burung merpati putih yang hinggap di atas kepala. Menurut kakak, burung merpati putih adalah lambang dari roh cinta kasih.
Izinkan saya menutup artikel ini dengan kata-kata yang abadi dari Emmet Fox: Hanya dengan cinta, kesulitan dapat diatasi; sakit dapat diobati; pintu dapat dibuka; teluk dapat dijembatani; dinding dapat diruntuhkan; dosa dapat diampuni.
Tak peduli betapa tertanamnya kesulitan, betapa tanpa harapan di masa depan, betapa kacau-balaunya keruwetan, betapa besarnya kesalahan, cinta dapat mengatasi seluruhnya. Bila Anda dapat memberikan cukup cinta, Anda akan menjadi insan paling berbahagia dan berkuasa di dunia.
Salam,
Penulis
Ana Hakim

Baca seterusnya......

Jumat, 04 Februari 2011

Keluarga dan Adikku

Aku Menangis untuk Adikku Enam Kali

Diterjemahkan dari : "I cried for my brother six times"

Aku dilahirkan di sebuah dusun
pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak
tanah kering kuning,dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku
mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli
sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya
membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera
menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok,
dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.
"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya.
Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan:
"Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!"
Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata:
"Ayah, aku yang melakukannya! "
Tongkat panjang itu menghantam
punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus
menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan
nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi:
"Kamu sudah belajar mencuri dari
rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa
mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu
malu!"
Malam itu, ibu dan aku memeluk
adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak
menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya
tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan
tangan kecilnya dan berkata:
"Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."

Aku masih selalu membenci
diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku.
Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan
seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika
ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun
terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten.
Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas
propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok
tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut:
"Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..."
Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas:
"Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"
Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata:
"Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku."
Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya:
"Mengapa kau mempunyai jiwa yang
begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di
jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"
Dan begitu kemudian ia mengetuk
setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku
selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata:
"Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."
Aku, sebaliknya, telah memutuskan
untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan
harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan
beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering.
Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di
atas bantalku:
"Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."
Aku memegang kertas tersebut di
atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai
suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.
Dengan uang yang ayahku pinjam
dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen
pada punggungnya dilokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun
ketiga (di universitas) .

Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan:
" Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana !"
Mengapa ada seorang penduduk dusun
mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh
badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya:
"Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?"
Dia menjawab, tersenyum:
"Lihat bagaimana penampilanku. Apa
yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka
tidak akan menertawakanmu? "
Aku merasa terenyuh, dan air mata
memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan
tersekat-sekat dalam kata-kataku:
"Aku tidak perduli omongan siapa pun!Kamu adalah adikku apapun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu. .."

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu.Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan:
"Saya melihat semua gadis kota memakainya.Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."
Aku tidak dapat menahan diri lebih
lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan
menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku
ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih
di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di
depan ibuku:
"Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!"
Tetapi katanya, sambil tersenyum:
"Itu adalah adikmu yang pulang
awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada
tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."
Aku masuk ke dalam ruangan kecil
adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku
mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut
lukanya:
"Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya
"Tidak, tidak sakit. Kamu tahu,
ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada
kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..."
Ditengah kalimat itu ia berhenti.
Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras
turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di
kota . Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang
dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau.Mereka
mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus
mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan:
"Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."
Suamiku menjadi direktur
pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai
manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran
tersebut.Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku diatas
sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat
sengatan listrik,dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi
menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu:
"Mengapa kamu menolak menjadi
manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang
berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius.
Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya:
"Pikirkan kakak ipar, ia baru saja
jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi
manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"
Mata suamiku dipenuhi air mata,
dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang
pendidikan juga karena aku!"
"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika
ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara
pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa
yang paling kamu hormati dan kasihi?"
Tanpa bahkan berpikir ia menjawab,"Kakakku. "

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat:
"Ketika saya pergi sekolah SD, ia
berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan
selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari,
Saya kehilangan satu dari sarung tanganku.Kakakku memberikan satu dari
kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu.
Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang
begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari
itu,saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku
dan baik kepadanya."

Tepuk tangan membanjiri
ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata
begitu susah kuucapkan keluar bibirku,
"Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku."
Dan dalam kesempatan yang paling
berbahagia ini, didepan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran
turun dari wajahku seperti sungai.
Pengirim : Annis
Alamat : FPPB UBB

Baca seterusnya......

Rabu, 02 Februari 2011

Pak Bayan dan Seekor Keledai

Di sebuah dusun terpencil, pada zaman dulu, tinggalah sebuah keluarga dengan seorang anak. Sehari-hari, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia memelihara keledai baik untuk dijual atau pun bertani. Anaknya yang semata wayang, begitu sangat ia sayangi. Hingga kemana pun pergi bapaknya selalu mengajak serta.
Suatu ketika, ia merasa keledainya sudah pantas untuk dijual ke pasar. Dan esok paginya, ia bersiap membawa keledai itu ke pasar. Tidak lupa, ia mengajak putra kesayangannya. Karena badan keledai tidak terlalu besar, ia memutuskan untuk menuntun kuda itu dan berjalan kaki menuju pasar. Namun di tengah perjalanan ia berpapasan dengan tetangganya.
“ Mau kemana pak Bayan?” Tanya tetangganya.
“ Mau ke pasar. Aku rasa keledai ini sudah layak untuk dijual”. Jawabnya.
“ Ya Tuhan…pak Bayan ini bagaimana, tega-teganya membawa anak sekecil itu ke pasar berjalan kaki. Kan ada keledai, naikkan saja anak itu di atas keledai, kasihan… biarlah pak Bayan saja yang berjalan kaki “ jelas tetangganya yang merasa iba pada anak pak Bayan.
Oh…betul juga kata tetanggaku, begitu pikir pak Bayan. Akhirnya anaknya ia naikkan di atas keledai dan melanjutkan perjalanan yang memang cukup jauh ke pasar. Tiba-tiba, kembali ia bertemu dengan tetangga yang lain yang baru pulang dari pasar.
“ Pak bayan…pak Bayan…Bapak ini bagaimana, mengapa harus tersiksa oleh keledai. Keledai itu untuk dimanfaatkan oleh kita, kok capek-capek berjalan sejauh itu. Naikki saja keledai itu…! Keledai ya memang fungsinya untuk itu…” jelas tetangganya yang ini.
Pak Bayan pun berubah pikiran. Di samping karena lelah berjalan ia juga berpikir bahwa apa yang dikatakan tengga yang satu ini juga benar. Akhirnya ia pun naik di atas keledai mengikuti saran tetangganya, sehingga keledai itu dinaikki oleh dua orang. Tetapi, sekali lagi ia berpapasan dengan orang yang ia kenal. Dan orang ini pun berkomentar.
“ Keledai sekecil itu kok dinaikki berdua, pak. Apa bukan menyiksa hewan namanya…terus kalau sampai pasar kudanya kelelahan dan nggak bisa dijual gimana?” katanya bertanya heran.
Pak Bayan pun dibuat bingung luar biasa. Apa yang sebaiknya ia lakukan. Dan pendapat mana yang harus ia turuti. Karena saking bingungnya, ia putuskan memanggul keledai itu di pundaknya sampai ke pasar.
------------------------
Dari cerita Pak Bayan,  kita mendapat pelajaran berharga, betapa melelahkannya bila kita harus mengikuti saran setiap orang. Padahal sesungguhnya kitalah yang paling tahu yang terbaik untuk kita. Tetapi, seringkali kita tidak yakin dengan pikiran kita sendiri. Dan saran orang lain kepada kita tidak harus mengikat kita, sehingga begitu sulit untuk bertindak.
Kesimpulannya, kita tidak harus terombang ambing oleh sekian banyak pendapat. Pilihlah yang memang tepat untuk kita dan jalani secara konsisten serta penuh percaya diri. Karena pada hakikatnya pendapat setiap orang dipengaruhi oleh latar belakangnya. Dan kitalah yang paling tahu latar belakang kita sendiri. Semoga bermanfaat…!!! Wallahu A’lam bishshawab.


Kang Syaichu

Baca seterusnya......

Jumat, 28 Januari 2011

Mengapa Harus Membaca Al Qur'an





Mengapa membaca Al Qur’an, kalau kita tak mengerti maknanya?
 
Baru saja saya membaca sebuah tulisan pada secarik kertas yang tertempel pada dinding kantor teman saya. Sebuah tulisan tua dari internet. Mungkin sebagian pengunjung sudah pernah membacanya, namun merupakan temuan baru bagi saya. Judulnya adalah: Why do we read quran, even when we do not understand even a single arabic word? Sebuah tulisan indah yang amat menyentuh hati yang saya coba terjemahkan dengan judul di atas: Mengapa membaca al Qur’an ketika kita tak mengerti artinya? Alkisah, hiduplah seorang muslim tua bersama seorang cucunya di sebuah pegunungan di bagian timur Kentucky, Amerika. Sang kakek biasa membaca Qur’an selepas sholat shubuh setiap hari. Sang cucu berusaha meniru setiap tingkah laku kakeknya.
Suatu hari, ia bertanya: “Kek! Aku berusaha membaca Qur’an seperti dirimu tetapi aku tidak mengerti isinya. Jikapun ada sedikit yang kupahami, ia akan terlupakan setiap kali aku menutup kitab itu. Lalu, apa gunanya aku membacanya?”
Dengan perlahan sang kakek membalikkan badan dan berhenti dari memasukkan batu bara ke dalam tungku pemasak. Ia menjawab: “Ambillah keranjang ini, bawalah ke sungai di bawah sana dan bawakan untukku sekeranjang air!”
Sang cucu membawa keranjang hitam penuh jelaga batu bara tersebut ke sungai dan mengambil air. Namun air itu telah habis menetes sebelum sampai ke rumah. Sang kakek tertawa dan meminta sang cucu agar mencobanya sekali lagi: “Mungkin engkau harus lebih cepat membawa airnya kemari.”
Sang cucu berusaha berlari, namun tetap saja air itu lebih cepat keluar dari keranjang sebelum sampai ke rumah. Dengan terengah-engah ia pun mengatakan kepada sang kakek bahwa tidak mungkin mengambil air dengan keranjang. Sebagai gantinya ia akan mengambil air dengan ember.
“Aku tidak perlu satu ember air, yang kuinginkan adalah sekeranjang air!” jawab sang kakek. “Kau saja yang kurang berusaha lebih keras,” timpal sang kakek sambil menyuruhnya mengambil air sekali lagi. Sang kakek pun pergi ke luar rumah untuk melihat usaha sang cucu.
Kali ini sang cucu sangat yakin bahwa tidak mungkin membawa air menggunakan keranjang. Namun ia berusaha memperlihatkan kepada sang kakek bahwa secepat apapun ia berlari, air itu akan habis keluar dari keranjang sebelum ia sampai ke rumah. Kejadian yang sama berulang. Sang cucu sampai kepada kakeknya dengan keranjang kosong. “Lihatlah Kek! Tidak ada gunanya membawa air dengan keranjang.” katanya.
“Jadi, kau pikir tidak ada gunanya?”, sang kakek balik bertanya. “Lihatlah keranjang itu!” pinta sang kakek.
Ketika sang cucu memperhatikan keranjang itu sadarlah ia bahwa kini keranjang hitam itu telah bersih dari jelaga, baik bagian luar maupun dalamnya, dan terlihat seperti keranjang baru.
“Cucuku, demikianlah yang terjadi ketika engkau membaca al Qur’an. Engkau mungkin tidak mengerti atau tidak bisa mengingat apa yang engkau baca darinya. Namun ketika engkau membacanya, engkau akan dibersihkan dan mengalami perubahan, luar maupun dalam. Itulah kekuasaan dan nikmat Allah kepada kita!”
Sumber : www.al-habib.info

Baca seterusnya......

Senin, 24 Januari 2011

Pesan Ibu

Suatu hari, tampak seorang pemuda tergesa-gesa memasuki sebuah restoran karena kelaparan sejak pagi belum sarapan. Setelah memesan makanan, seorang anak penjaja kue menghampirinya, "Om, beli kue Om, masih hangat dan enak rasanya!"
"Tidak Dik, saya mau makan nasi saja," kata si pemuda menolak.
Sambil tersenyum si anak pun berlalu dan menunggu di luar restoran.
Melihat si pemuda telah selesai menyantap makanannya, si anak menghampiri lagi dan menyodorkan kuenya. Si pemuda sambil beranjak ke kasir hendak membayar makanan berkata, "Tidak Dik, saya sudah kenyang."

Sambil berkukuh mengikuti si pemuda, si anak berkata, "Kuenya bisa dibuat oleh-oleh pulang, Om."
Dompet yang belum sempat dimasukkan ke kantong pun dibukanya kembali. Dikeluarkannya dua lembar ribuan dan ia mengangsurkan ke anak penjual kue. "Saya tidak mau kuenya. Uang ini anggap saja sedekah dari saya."

Dengan senang hati diterimanya uang itu. Lalu, dia bergegas ke luar restoran, dan memberikan uang pemberian tadi kepada pengemis yang berada di depan restoran.
Si pemuda memperhatikan dengan seksama. Dia merasa heran dan sedikit tersinggung. Ia langsung menegur, "Hai adik kecil, kenapa uangnya kamu berikan kepada orang lain? Kamu berjualan kan untuk mendapatkan uang. Kenapa setelah uang ada di tanganmu, malah kamu berikan ke si pengemis itu?"
"Om, saya mohon maaf. Jangan marah ya. Ibu saya mengajarkan kepada saya untuk mendapatkan uang dari usaha berjualan atas jerih payah sendiri, bukan dari mengemis. Kue-kue ini dibuat oleh ibu saya sendiri dan ibu pasti kecewa, marah, dan sedih, jika saya menerima uang dari Om bukan hasil dari menjual kue. Tadi Om bilang, uang sedekah, maka uangnya saya berikan kepada pengemis itu."
Si pemuda merasa takjub dan menganggukkan kepala tanda mengerti. "Baiklah, berapa banyak kue yang kamu bawa? Saya borong semua untuk oleh-oleh." Si anak pun segera menghitung dengan gembira.

Sambil menyerahkan uang si pemuda berkata, "Terima kasih Dik, atas pelajaran hari ini. Sampaikan salam saya kepada ibumu."
Walaupun tidak mengerti tentang pelajaran apa yang dikatakan si pemuda, dengan gembira diterimanya uang itu sambil berucap, "Terima kasih, Om. Ibu saya pasti akan gembira sekali, hasil kerja kerasnya dihargai dan itu sangat berarti bagi kehidupan kami."

Teman-teman yang luar biasa,
Ini sebuah ilustrasi tentang sikap perjuangan hidup yang POSITIF dan TERHORMAT. Walaupun mereka miskin harta, tetapi mereka kaya mental! Menyikapi kemiskinan bukan dengan mengemis dan minta belas kasihan dari orang lain. Tapi dengan bekerja keras, jujur, dan membanting tulang.
Jika setiap manusia mau melatih dan mengembangkan kekayaan mental di dalam menjalani kehidupan ini, lambat atau cepat kekayaan mental yang telah kita miliki itu akan mengkristal menjadi karakter, dan karakter itulah yang akan menjadi embrio dari kesuksesan sejati yang mampu kita ukir dengan gemilang.

Salam sukses luar biasa!
Dari: Anton Huang

Baca seterusnya......

Rabu, 19 Januari 2011

Jangan Mendahulukan Interpretasi

Takut Hantu
 
Salah seorang teman saya, namanya Farid, menceritakan tentang kejadian lucu yang menimpanya. Entah karena sugesti atau mitos, teman saya ini perasaannya berbeda kalau sudah menjelang malam Jum’at. Bahkan oleh teman-teman lain sering ditakut-takuti karena tahu perasaan Farid seperti itu. Pokoknya bagi dia kalau perlu tidak ada malam Jum’at pun tak apa.


Kejadiannya bermula ketika menjelang tidur pada malam Jum’at. Keluarga Farid biasa tidur dalam satu kamar, karena kebetulan anaknya baru semata wayang. Anaknya memang baru bermur 4 tahun. Ketika istri dan anaknya terlelap, tinggal Farid yang belum beranjak tidur karena asyik menonton TV. Saat jam menunjuk pukul 23.00, Farid beranjak ke tempat tidurnya. Seperti biasa sebelum tidur mulutnya komat-kamit berdoa, apalagi malam ini malam Jum’at.

Kejadiannya bermula ketika menjelang tidur pada malam Jum’at. Keluarga Farid biasa tidur dalam satu kamar, karena kebetulan anaknya baru semata wayang. Anaknya memang baru bermur 4 tahun. Ketika istri dan anaknya terlelap, tinggal Farid yang belum beranjak tidur karena asyik menonton TV. Saat jam menunjuk pukul 23.00, Farid beranjak ke tempat tidurnya. Seperti biasa sebelum tidur mulutnya komat-kamit berdoa, apalagi malam ini malam Jum’at.
 

Tiba-tiba, dia mendengar suara aneh dari atap kamarnya. “Kupyak….kupyak…” seperti suara tangan yang menepuk-nepuk air di ember atau kolam. Farid mencoba tidak menghiraukan suara itu, tapi kembali suara itu muncul. Perasaan Farid mulai tidak karuan, jangan-jangan suara di atap itu memang hantu air, begitu pikirnya. Semakin mencoba melupakan, semakin terus bunyi-bunyi itu mengganggu pikirannya.
Akhirnya, tanpa pikir panjang, dia bangunkan istri dan anaknya, sekalipun sebenarnya tidak tega. Istrinya pun tidak mengerti dengan apa yang terjadi. “ Sudahlah…, malam ini kita menginap di rumah ibu dulu. Nanti aku ceritakan disana..” menjawab istrinya yang keheranan. Dengan tergesa-gesa, anaknya yang masih tidur pun digendong ke rumah ibu mertuanya, kebetulan tidak terlalu jauh dari rumahnya. Tidak lupa memeriksa dan mengunci seluruh dan jendela.
 

Sesampai di rumah ibu mertuanya, Farid menceritakan kepada istrinya bahwa di atas atap kamar ia mendengar suara hantu air. Bahkan , sampai dengan ia membawa mereka ke rumah ibunya pun masih terdengar, “kupyak…..kupyak…. berulang-ulang!” begitu papar Farid. Karena masih kantuk, istrinya tidak menghiraukan apa yang diceritakan Farid.
 

Esok harinya, Farid juga menceritakan kejadian semalam kepada ibu mertuanya. Dan Ibu mertuanya hanya tertawa tidak percaya. “Sungguh bu!! Aku mendengarnya berulang-ulang” kata Farid meyakinkan ibunya. “ Hari..gini… Hantu….??? Nggak kali…” goda istrinya. Tetapi tetap saja Farid yakin bahwa di atas atap kamarnya itu ada hantu.
 

Ketika mereka sedang asyik ngobrol, tiba-tiba mereka dikagetkan oleh suara anaknya yang menangis keras, karena ingin kembali ke rumahnya. “ Sabar nak…nanti juga pulang” kata istri Farid. Tapi si anak tetap saja merengek minta pulang. Farid agak heran dengan keinginan anaknya, biasanya dia tidak pernah menangis minta pulang kalau sudah di rumah neneknya. Akhirnya Farid pun bertanya “ Memangnya ada apa, kok terus minta pulang? “
Sambil menangis menjawab “ Pokoknya Abi mau pulang sekarang, kasihan ikannya”. Farid semakin heran “Ikan apa…ikannya siapa?” selidik Farid.
“Kemarin Abi sama teman-teman memancing di sungai belakang, dapat 2 ekor besar-besar. Jadi, Abi ingin pelihara ikan itu, lalu Abi masukkan ke ember dan Abi taruh di atap karena takut dimakan kucing”. Jelas Abi anaknya.
“ Oh jadi yang di atas atap itu ikannya Abi…bukan…?” Mendengar penjelasan Abi, semua tertawa tertawa terbahak-bahak.
--------------------


Ternyata ada pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita lucu di atas. Dalam hidup, kita seringkali mengedepankan interpretasi tanpa berusaha melakukan pembuktian. Terlalu cepat mengambil kesimpulan atas sesuatu yang belum kita buktikan kebenerannya. Keadaan seperti ini seringkali membuat kita tersiksa, karena dihantui oleh pendapat yang dibuat sendiri. Semakin banyak kita membuat kesimpulan yang terlalu cepat, maka semakin banyak prasangka negatif yang muncul. Akibatnya, semakin sedikit pula peluang kita untuk berpikir positif. Padahal kita dituntut untuk selalu berpikir positif dalam mengarungi kehidupan. Mudah-mudahan memberikan hikmah yang baik bagi kita semua, amiin.


Kang Syaichu

Baca seterusnya......

Jumat, 14 Januari 2011

Doa-doa Pilihan Pelajar



Doa-doa dalam Al Qur'an
 
"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (al-Furqon : 74)

"Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (Al Hasyr : 10)

"Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (Ali Imran : 147)

"Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku,
dan mudahkanlah untukku urusanku,
dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku,
supaya mereka mengerti perkataanku, (Thahaa : 25 – 28)

"Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (Thahaa : 114)

"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (Al Baqoroh : 201)

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (Ali Imran : 8)

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (Al Baqoroh : 286)

Baca seterusnya......

Senin, 10 Januari 2011

Menikmati Hari Ini




3 Hari dalam Hidup

Hari pertama : Hari kemarin.

Kita tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi.
Kita tak bisa menarik perkataan yang telah terucapkan.
Kita tak mungkin lagi menghapus kesalahan dan mengulangi kegembiraan yang Kita rasakan kemarin.
Biarkan hari kemarin lewat dan beristirahat dengan tenang;
lepaskan saja…

Hari kedua : hari esok.
Hingga mentari esok hari terbit,
Kita tak tahu apa yang akan terjadi.
Kita tak bisa melakukan apa-apa esok hari.
Kita tak mungkin sedih atau ceria di esok hari.
Esok hari belum tiba; toh belum tentu esok hari Kita merengkuhnya
biarkan saja…
 

Yang tersisa kini hanyalah hari ini.
Pintu masa lalu telah tertutup,
Pintu masa depan pun belum tiba.
Pusatkan saja diri Kita untuk hari ini.
Kita dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini bila Kita mampu memaafkan hari kemarin dan melepaskan ketakutan akan esok hari.
 

Hiduplah hari ini. Karena, masa lalu dan masa depan hanyalah permainan pikiran yang rumit.
Hiduplah apa adanya. Karena yang ada hanyalah hari ini, hari ini yang abadi.
Perlakukan setiap orang dengan kebaikan hati dan rasa hormat, meski mereka berlaku buruk pada Kita.
Cintailah seseorang sepenuh hati hari ini, karena mungkin besok cerita sudah berganti.
Ingatlah bahwa Kita menunjukkan penghargaan pada orang lain bukan karena siapa mereka, tetapi karena siapakah diri Kita sendiri
 

Jadi, jangan biarkan masa lalu mengekangmu atau masa depan membuatmu
bingung, lakukan yang terbaik HARI INI dan lakukan sekarang juga

Read more: http://www.resensi.net/3-hari-dalam-hidup-ini/2008/09/#ixzz1AbcBciJJ

Baca seterusnya......

Kamis, 06 Januari 2011

Memaknai Lapang Dada

Berlapang Dada
 
Kata berlapang dada sangat familiar dalam kehidupan sehari-hari. Terutama, sering kita gunakan untuk memberikan motivasi kepada teman atau sahabat yang sedang tertimpa musibah. Namun, apa makna berlapang dada?. Makna sesungguhnya adalah meluaskan hati. Seringkali hati kita tidak siap menampung permasalahan hidup yang kita hadapi. Sehingga kita menganggap bahwa permasalahan itu melampaui batas kemampuan kita. Padahal jelas-jelas, Allah tidak mungkin membebani manusia melebihi batas kesanggupannya. Hal ini Allah tegaskan pada QS. Al-Baqarah : 286. Lantas mengapa kita sering merasa tertimpa masalah yang begitu berat?

Ada sebuah ilustrasi yang mungkin bisa kita ambil hikmahnya. Ada seorang anak mengeluh kepada orang tuanya kalau dia selalu dihimpit masalah. Bahkan terkadang dia merasa tidak mampu menghadapi permasalahan yang dihadapinya. Dengan bijak orang tuanya mengajak anaknya untuk mencoba sesuatu.
“ Cobalah ambil segenggam garam di dapur dan segelas air ” kata sang ayah.
“ Untuk apa, pak?” sang anak bertanya heran.
“ Aduklah garam itu dalam segelas air, lalu kamu rasakan rasakan sedikit saja, bagaimana?”
“ Asin sekali…, bahkan perutku agak mual-mual” ujar sang anak setelah mencoba air dalam gelas tersebut.
Lalu sang Ayah mengajak anaknya untuk membawa lagi segenggam garam dan menuju ke sebuah danau yang sangat jernih. Kemudian ia memerintahkan anaknya untuk mengaduk garam itu di danau.
“ Sekarang, coba kamu rasakan air danau itu asin atau tidak?”
“ Sama sekali tidak terasa pak, karena danau ini begitu luas”. Kata sang anak.
“ Nah, anggaplah segenggam garam itu masalah dan air adalah hati kita. Maka, sebenarnya yang menjadikan terasa berat menghadapi masalah karena hati kita yang sempit. Sehingga terasa sesak memenuhi dada kita. Tapi cobalah kita perluas hati kita maka akan tidak terasa masalahnya. Semakin luas hati kita maka semakin sedikit kita merasakan masalah yang dihadapi.”
 

Hikmah yang kita ambil dari ilustrasi di atas adalah keluasan hati atau lapang dada. Kuncinya adalah hati kita. Semakin kita mencoba meluaskan hati maka semakin sedikit kita merasakan setiap masalah. Kita tetap harus yakin bahwa Allah tidak mungkin membebani masalah melampaui batas kesanggupan kita. Berharap untuk tidak menghadapi masalah dalam hidup, pasti tidak mungkin. Karena hakikatnya kita dilahirkan untuk menyelesaikan masalah. Dan masalah itu merupakan ujian dan cobaan Allah kepada setiap makhluk-Nya. Semakin tinggi kita memanjati derajat kehidupan, maka setinggi itu pula lah masalah mengikutinya. Jadi, kita harus terus mengasah hati kita untuk berlapang dada.Wallahu a’lam bishshawab.

Kang Syaichu (dari berbagai sumber).

Baca seterusnya......

Selasa, 04 Januari 2011

Kegagalan Menurut Thomas A. Edison

Thomas Alva Edison
Thomas Alva Edison


Thomas Alfa Edison, penemu lampu, pada mulanya dianggap bodoh oleh gurunya, sehingga dia dikeluarkan dari sekolahnya. Ibunya memutuskan untuk mengajari sendiri anaknya, karena tak ada sekolah yang mau menerimanya.

Karier penemuannya diawali setelah membaca buku School of Natural Philosophy karya RG Parker (isinya petunjuk praktis untuk melakukan eksperimen di rumah) dan Dictionary Of Science. Ibunya lalu membuatkan sebuah Laboratorium kecil buat dia.
Penemuan terbesarnya adalah Lampu pijar. Namun sebenarnya Thomas Alfa Edison telah menemukan banyak alat dan telah dipatenkan. Penemuan yang dipatenkannya tercatat sebanyak 1.093 buah.
Pada saat menemukan Lampu Pijar ini Thomas Alfa Edison mengalami kegagalan sebanyak 9.998 kali. Baru pada percobaannya yang ke 9.999 dia berhasil secara sukses menciptakan lampu pijar yang benar-benar menyala terang. Pada saat keberhasilan dicapainya, dia sempat ditanya: Apa kunci kesuksesannya. Thomas Alfa Edison menjawab: “SAYA SUKSES, KARENA SAYA TELAH KEHABISAN APA YANG DISEBUT KEGAGALAN”. Bayangkan dia telah banyak sekali mengalami kegagalan yang berulang-ulang. Bahkan saat dia ditanya apakah dia tidak bosan dengan kegagalannya, Thomas Alfa Edison menjawab: “DENGAN KEGAGALAN TERSEBUT, SAYA MALAH MENGETAHUI RIBUAN CARA AGAR LAMPU TIDAK MENYALA”. Luar biasa, Thomas Alfa Edison memandang kegagalan dari kaca mata yang sangat positif. Kegagalan bukan sebagai kekalahan tapi dipandang dari sisi yang lain dan bermanfaat, yaitu mengetahui cara agar lampu tidak menyala.

Cara pandang positifThomas Alfa Edison, tidak menyurutkan semangat, bahkan tetap mampu meyakinkan orang lain untuk mendanai “Proyek Gagal” nya yang berulang-ulang. Ini juga satu hal yang luar biasa. Adakah kita mampu menyakinkan orang untuk mendanai riset kita yang telah gagal berulang-ulang? Tentu bukan pekerjaan yang mudah bukan?

Mari kita belajar banyak dari Thomas Alfa Edison ini.
Dr.-Ing. L.M.F. Purwanto

Baca seterusnya......

Senin, 03 Januari 2011

Mengenal Ibnu Khaldun

IBNU KHALDUN
 
“ Dalam buku ini Ibnu Khaldun menulis filsafat dan kaidah sejarah. Kami yakin bahwa buku ini merupakan buku yang paling bagus untuk buku sejenis yang pernah dikarang oleh manusia di mana pun dan kapan pun”. Demikian pernyataan tulus dari seorang ahli sejarah Inggris, Arnold Toynbee, menanggapi sebuah buku karangan Ibnu Khaldun “Al Muqaddimah””.
Ibnu Khaldun nama aslinya adalah Abdul Rahman Ibnu Khaldun. Dilahirkan di Tunisia, pada tahun 1332 M. Ia adalah seorang hakim agung (qadhi’) di Mesir pada masa kesultanan Al Zhahir Barquq. Pengangkatannya sebagai hakim agung karena kedalaman ilmunya. Ia pernah berkelana hingga ke Eropa dan menetap di Fez. Oleh para sarjana Barat, Ibnu Khaldun dinyatakan sebagai sarjana pertama yang mengemukakan prinsip-prinsip sosiologi. Dan dengan pandangannya, ia mengemukakan prinsip-prinsip keadilan social dan politik ekonomi, jauh mendahului Karl Marx dan para sarjana Barat.
Pemikiran-pemikiran Ibnu Khaldun dalam bidang sosiologi masih tetap relevan hingga saat ini. Misalnya saja:
Ekonomi suatu Negara akan bagus dan berkembang selama ada keseimbangan antara kegiatan individu, suasana bersaing (sehat) dan pemerintah. Kerja yang tidak teratur akan membahayakan pertumbuhan ekonomi. Kezaliman merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kehancuran Negara.
Luar biasa! Sebuah pemikiran yang aktual sepanjang masa. Dan pada masa itu (abad 13) belum ada sarjana barat yang mengungkapkan pemikiran tentang hal ini. Bahkan pemikiran-pemikiran beliau selanjutnya menjadi dasar bagi perkembangan “filsafat sejarah” di dunia.
Pemikiran lain yang sangat menarik dari Ibnu Khaldun adalah tentang pendidikan. Ia menganjurkan guru untuk tidak bertindak keras terhadap murid-muridnya. Menurutnya hal itu akan merusak akhlaq anak didik dan perilaku social. Guru haruslah mampu menarik perhatian muridnya, menjaga mereka hingga pikiran mereka terbukan dan berkembang dengan sendirinya.
Sungguh pemikiran yang aktual dan relevan saat ini. Diakui atau tidak penyempurnaan kurikulum yang ada pada kita saat ini mengadopsi pemikiran Ibnu Khladun yang telah diperkenalkannya 8 abad yang silam. Sistem among / pengasuhan yang diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantara adalah implementasi dari pemikiran Ibnu Khaldun.
Namun apa yang menyebabkan jarang sekali yang mengenalnya? Ternyata pemikirannya lah yang menyebabkan tidak dihargai bangsa Arab. Sebagai ilmuwan dia sangat lugas mengungkapkan apa yang dirisaukannya. Dalam beberapa buku Ibnu Khaldun mengungkapkan pendapatnya tentang bangsa Arab. Menurutnya bangsa Arab tidak bisa menguasai, kecuali hal-hal yang sederhana. Kalau pun bisa mengalahkan suatu Negara, maka negara itu akan segera hancur. Semua orang yang menyibukkan diri dalam bidang ilmu pengetahuan di Negara Islam adalah orang Persia, bukan orang Arab.
Sesungguhnya pemikiran itu nyata pada saat ini. Tetapi jelas saja menimbulkan dendam dan sakit hati bangsa Arab. Bahkan karena dianggap menghina bangsa Arab, maka pada tahun 1939 Menteri Pendidikan Irak menganjurkan penggalian kuburan Ibnu Khaldun dan pembakaran buku-buku karyanya. Sehingga sebagian buku-buku yang merupakan karya terbesarnya banyak hilang. Salah atu yang masih ada adalah “Al-Muqaddimah”.
Namun pada pertengahan abad 20, kembali banyak menggali pemikiran-pemikiran Ibnu Khaldun. Dipelopori pertama kali oleh Thaha Husayn, orang Arab yang terus mengajarkan kajian ilmiah tentang pemikiran Ibnu Khaldun. Kemudian Muhammad Abduh, yang dibukakan oleh orang barat saat ia di Eropa. Bahkan banyak sarjana Eropa yang memandang pemikiran Filosof ini memiliki kelebihan di atas Montesqieu.
Referensi :
M. Ishom El Saha, Saiful Hadi, Profil Ilmuwan Muslim Perintis Ilmu Pengetahuan Modern, Fauzan Inti Kreasi, Jakarta, 2004.

Baca seterusnya......

Kamis, 30 Juni 2011



Menikmati Ketidakberadaan
Beberapa waktu yang lalu, saya ketemu dengan teman lama waktu SMA. Dari penampilannya dia terlihat cukup sukses. Setidaknya, terlihat dari mobil yang dia pakai, merk terkenal dan keluaran terbaru. Karena lama tidak bertemu, jadilah nostalgia berulang dari cerita kami berdua. Termasuk menceritakan keberhasilan dia sampai saat ini. Ternyata, dia berbisnis jual beli mobil. Usahanya semakin berkembang pesat karena juga didukung banyak lembaga keuangan. Sebagai teman saya bangga melihat keberhasilannya, karena berharap bisa menjadi motivasi bagi saya ke depan. Namun, pada akhir pembicaraan kami, saya agak tidak nyaman dengan apa yang dia ucapkan kepada saya.
“Ayo….dong bangkit usaha, masa nggak bosan hidup miskin terus… Orang lain sudah mulai berpikir bagaimana (maaf) kotoran bisa jadi uang, kamu…begitu-begitu aja..hahaha”. katanya berseloroh.
“ Ya doanya saja lah, siapa sih yang nggak ingin kaya….” Jawab saya.
Sebenarnya apa yang teman saya sampaikan tidak ada yang salah. Hanya saja saya merasa tidak nyaman karena dia melihat saya tidak ada yang berubah. Padahal untuk bisa survive seperti sekarang, bagi saya merupakan prubahan yang luar biasa. Tapi saya tetap berharap bahwa maksud teman saya adalah memotivasi saya, bukan tidak menghargai apa yang telah saya capai.
Meski begitu, saya tetap berusaha mencari hikmah dari pertemuan yang berharga tersebut. Karena saya meyakini bahwa setiap peristiwa selalu saja memberikan pelajaran hidup buat kita. Termasuk pertemuan kecil yang saya ceritakan di atas. Salah satu pelajaran yang saya dapat, sebagian besar orang ternyata menganggap kemiskinan memang sangat memalukan. Di sisi lain, setiap kita mempercayai bahwa kemiskinan bisa menjadi ujian atau juga hukuman. Kita juga memahami bahwa kesabaran dan keikhlasan kunci untuk menerima ujian yang Allah berikan kepada kita.
Ternyata saya mendapat pelajaran bahwa kita harus mempunyai mental dan kesiapan untuk berjuang hidup dan berani hidup. Karena kemajuan teknologi dan peradaban manusia kadang-kadang menafikan sunatullah. Kita akan sulit mengukur kekayaan seseorang kalau tidak karena adanya kemiskinan. Kita juga akan sulit mengukur tingkat cahaya di suatu tempat kalau tidak karena adanya gelap. Begitulah ketentuannya, kehidupan memang berpasangan dan bersifat kontradiktif.
Jadi, bersiap-siap secara mental untuk ‘menikmati’ kemiskinan menjadi jauh lebih penting dari pada berkhayal tentang kekayaan. Semakin siap mental seseorang menikmati ketidakberadaan, maka semakin memperjelas kualitas hidup seseorang. Bahkan, semakin mempertegas pencapaian keberhasilan seseorang terhadap tujuannya yang hakiki. Kesiapan mental itulah yang semakin mendekatkan manusia kepada Robb, yang menjadi Penguasa bagi seluruh alam.
Saya teringat pesan orang tua dulu, lebih baik menangis di masa muda untuk tersenyum di masa tua. Dari pada tersenyum di masa muda dan menangis di masa tua. Menikmati ketidakberadaan memang butuh perjuangan dan keberanian. Dan kembali kepada kuncinya SABAR dan IKHLAS. Sehingga, kemiskinan bukan sesuatu yang memalukan tetapi sesuatu yang harus dinikmati. Begitu pun kekayaan bukan sesuatu yang harus dibanggakan karena setiap saat Allah Maha Berkehendak, termasuk mengambilnya kembali… Wallahu a’lam bishshawab.

Kang Syaichu

Rabu, 15 Juni 2011

Cerita Singkat



Sesaat sebelum Upacara Bendera
 
Pagi itu, seperti biasa saya sudah hadir pagi-pagi karena bersiap menjadi Pembina Upacara dalam Apel Senin. Saya meminta para pengurus OSIS untuk menyiapkan perlengkapan upacara, termasuk sound system. Kebetulan tape deck yang biasa digunakan sebagai sound system sedang diperbaiki, jadi terpaksa menggunakan cadangan membrane speaker. Anak-anak biasa menyebut alat itu TOA (padahal merek).
Setelah semua terpasang, saya coba mengontrol kesiapan yang sudah dilakukan oleh pengurus OSIS. Biasanya dilakukan 15 – 30 menit sebelum bel tanda upacara berbunyi. Mang Pii, penjaga sekolah, terlihat sedang membersihkan halaman setiap kelas sebelum oleh siswa digunakan. Tiba-tiba, Mang Pii mendekati mic yang sudah terpasang dan mengambilnya. Kemudian berbicara melalui mic yang sudah siap pakai dengan lantang.
“ Hayoooooh!!! Pada mabok gadung kabeh yah!” katanya berkali-kali dengan lantang sekali.
Saya hanya tertawa saja, karena orang tua ini memang suka melucu. Dan saya menganggap kejadian biasa saja. Kemudian bel panjang berbunyi tanda upacara siap dimulai. Dan upacara pun berjalan lancar seperti biasa.
Setelah upacara selesai, sebagai Pembina Upacara, saya lebih dulu meninggalkan lapangan upacara dan langsung menunju ruangan guru. Sampai di ruang guru, saya melihat pak Ghozali sedang tertawa terbahak dengan rekan guru yang lain. Saya masih belum mengerti, topik pembiacaraan apa yang menyebabkan dia begitu tergelak. Kemudian, pak Ghozali menjelaskan pada saya.
“ Jang…(begitu dia biasa memanggil saya) ngerti nggak maksud mang Pii bicara lantang di mic tadi pagi? “ tanyanya.
“ Nggak…pak” jawab saya jujur.
Kemudian pak Ghozali menjelaskan semua kepada saya. Setelah saya paham, saya pun tidak bias menahan tawa bahkan ikut terbahak-bahak.
Ternyata, apa yang disampaikan mang Pii itu sebenarnya sedang menyindir guru-guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang kebetulan bersebelahan dengan Madrasah Aliyah Pesantren. Selain itu dia juga menyindir banyak orang di sekitar rumahnya.
Kejadiannya adalah pada hari Sabtu, dua hari sebelum upacara pagi itu, murid-murid kelas VI MI sedang praktek keterampilan memasak. Mereka berkelompok untuk mempersiapkan masakannya masing-masing untuk dinilai oleh guru keterampilan. Naasnya, ada satu kelompok yang memasak sayur asam yang dicampur dengan Gadung (semacam ubi rambat yang beracun dan untuk dikonsumsinya harus disamak dulu agar hilang racunnya). Biasanya proses racunnya tidak langsung terasa tapi cukup lama.
Masalahnya, justru guru-guru MI banyak menyantap sayur beracun itu karena rasanya dianggap paling lumayan. Bahkan, karena berlebih sayur naas itu diberikan kepada mbok Mar yang tidak lain istri mang Pii yang punya warung makan. Lebih naas lagi, sayur itu dibagikan juga kepada beberapa tetangga mbok Mar. Nah, pada sore harinya terjadilah mendem (mabok karena racun tanaman seperti jamur, ubi dll) secara massal. Termasuk juga guru-guru MI yang mengkonsumsi sayur asam itu. Mereka semua baru pulih dari mendem sehari setelahnya (Minggu sore).
Jadi itulah alasan kenapa mang Pii berbicara lantang di membrane speaker keras-keras. Saya jadi tertawa sendiri kalau ingat cerita itu dari pak Ghozali.

Kang Syaichu

Senin, 23 Mei 2011

Fenomena Briptu Norman


Fenomena Briptu Norman dan Budaya Kita
Akhir-akhir ini orang-orang ramai memperbincangkan tentang Briptu Norman. Pro dan kotra terus berlanjut, bahkan ada kecenderungan sudah masuk ke wilayah pribadi sang anggota Brimod tersebut. Seperti biasa, dengan segala argument masing-masing menyorotinya dari berbagai sudut, termasuk sudut budaya. Salah satu pendapat yang menarik adalah fenomena Chaiya-chaiya Briptu Norman menunjukkan bahwa kita seperti kehilangan jati diri bangsa. Kita mengagung-agungkan budaya bangsa lain. Sementara, kita dianggap melupakan warisan budaya leluhur kita sendiri. Sebenarnya pendapat tersebut sah-sah saja di tengah-tengah suasana kebebasan berpendapat yang sedemikian terbuka ini. Masalah sebenarnya bukan pada benarkah masyarakat telah kehilangan kebanggaan terhadap budaya kita sendiri. Tetapi, apakah memang budaya kita mendapat ruang pengembangan yang proporsional? Suka tidak suka, ruang pengembangan budaya masyarakat belum proporsional. Pemerintah sebagai pemegang kebijakan pengembangan budaya dalam kebijakannya sama sekali belum menyentuh secara signifikan pembangunan budaya kita. Kebijakan yang ada sebatas menjaga apa yang telah “jadi” dan sangat menonjol di masyarakat kita maupun di luar negeri. Selebihnya, menjadi tanggung jawab masyarakat untuk mengembangkannya. Sementara, kondisi sebagian besar masyarakat kita saat ini, kebutuhan dan perhatian akan pengembangan budaya masih merupakan kebutuhan lux. Bagi mereka memenuhi kebutuhan primer saja masih harus berjuang mati-matian untuk meraihnya.
Di sisi yang lain, budaya luhur yang begitu mendasar yang harus dimiliki oleh setiap inividu, seperti kejujuran, malu, dan taat aturan/norma semakin ditinggalkan. Ironisnya lagi, figur-figur yang seharusnya menjadi teladan seperti pejabat publik, wakil rakyat, dan para pesohor kita seperti berlomba saling mendahului untuk meninggalkannya. Bahkan nyaris setiap saat hadir di ruangan kita pemberitaan tentang upaya merendahkan dan meninggalkan budaya tersebut. Sehingga menjadi pilihan yang rasional bagi masyarakat kecil di tengah kejenuhan adalah mencari figur lain yang sanggup mengobati kejenuhan dan kebuntuan.
Oleh sebab itulah kehadiran Briptu Norman bak setetes air di tengah gurun. Asal-usulnya, pangkatnya, kepolosannya dan prosesnya menjadi selebriti dadakan adalah obat bagi dahaga masyarakat akan kebutuhan hiburan. Kehadirannya sanggup melupakan perilaku para oknum pejabat yang kehilangan budaya malu dan kasus-kasus korupsi yang susul menyusul. Selebritas Briptu Norman seperti mewakili “kemenangan” budaya wong cilik.
Jadi, fenomena Briptu norman hakikatnya sama sekali tidak berpengaruh apa-apa bagi perkembangan budaya kita. Kehadirannya tidak lebih sekedar obat untuk sejenak melupakan beban yang kian hari kian menghimpit. Ada fenomena lain yang jauh lebih memprihatinkan, bagaimana menguatkan kembali budaya malu, kejujuran, dan taat aturan/norma. Dan fenomena ini jauh lebih sulit dihapuskan karena dilakukan oleh orang-orang dengan status sosial “terhormat”. (16/11/2011)

Kang Syaichu

Rabu, 16 Maret 2011

Mengenal Soichiro Honda



The Owner of Honda
 
"Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya", Soichiro Honda

Pernakah Anda tahu, sang pendiri "kerajaan" Honda - Soichiro Honda – sebelum sukses diraihnya ia banyak mengalami kegagalan? Ia juga tidak menyandang gelar insinyur, lebih-lebih Profesor seperti halnya B.J. Habibie, mantan Presiden RI. Ia bukan siswa yang memiliki otak cemerlang. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru. "Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya disekitar mesin, motor dan sepeda," tutur tokoh ini, yang meninggal pada usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat mengindap lever.
Kecintaannya kepada mesin, mungkin 'warisan' dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah, tempat kelahiran Soichiro Honda. Di bengkel, ayahnya memberi cathut (kakak tua) untuk mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi motor penggeraknya.

Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906, ini dapat berdiam diri berjam-jam. Di usia 8 tahun, ia mengayuh sepeda sejauh 10 mil, hanya ingin menyaksikan pesawat terbang. Ternyata, minatnya pada mesin, tidak sia-sia. Ketika usianya 12 tahun, Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem kaki. Tapi, benaknya tidak bermimpi menjadi usahawan otomotif. Ia sadar berasal dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya rendah diri. Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke Jepang, bekerja Hart Shokai Company. Bosnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja disitu, menambah wawasannya tentang permesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, bosnya mengusulkan membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu. Tawaran ini tidak ditampiknya.

Di Hamamatsu prestasi kerjanya tetap membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya larut malam, dan terkadang sampai subuh. Otak jeniusnya tetap kreatif. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik meredam goncangan. Ia punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luarbiasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia. Di usia 30, Honda menandatangani patennya yang pertama.

Setelah menciptakan ruji, Honda ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Ia mulai berpikir, spesialis apa yang dipilih? Otaknya tertuju kepada pembuatan Ring Pinston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada tahun 1938. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu. Mereka menyesalkan dirinya keluar dari bengkel.

Karena kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal Ring Pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin. Siang hari, setelah pulang kuliah - pagi hari, ia langsung ke bengkel, mempraktekan

pengetahuan yang baru diperoleh. Setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah. "Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya," ujar Honda, yang gandrung balap mobil. Kepada Rektornya, ia jelaskan maksudnya kuliah bukan mencari ijasah. Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.

Berkat kerja kerasnya, desain Ring Pinston-nya diterima. Pihak Toyota memberikan kontrak, sehingga Honda berniat mendirikan pabrik. Eh malangnya, niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana. Ia pun tidak kehabisan akal mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar dua kali. Namun, Honda tidak patah semangat.

Ia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik Ring Pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal. Akhirnya, tahun 1947, setelah perang Jepang kekurangan bensin.

Di sini kondisi ekonomi Jepang porak-poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya untuk membeli makanan bagi keluarganya. Dalam keadaan terdesak, ia memasang motor kecil pada sepeda. Siapa sangka, "sepeda motor" – cikal bakal lahirnya mobil Honda - itu diminati oleh para tetangga. Mereka berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok. Disinilah, Honda kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda berikut mobinya, menjadi "raja" jalanan dunia, termasuk Indonesia.

Bagi Honda, janganlah melihat keberhasilan dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya. "Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya", tuturnya. Ia memberikan petuah ketika Anda mengalami kegagalan, yaitu mulailah bermimpi, mimpikanlah mimpi baru. Kisah Honda ini, adalah contoh bahwa Suskes itu bisa diraih seseorang dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, ataupun berasal dari keluarga miskin.


5 Resep keberhasilan Honda :

* Selalu berambisi dan berjiwa muda.
* Hargailah teori yang sehat, temukan gagasan baru, khususkan waktu memperbaiki produksi.
* Senangi pekerjaan Anda dan usahakan buat kondisi kerja senyaman mungkin.
* Carilah irama kerja yang lancar dan harmonis.
* Selalu ingat pentingnya penelitian dan kerja sama.
Sumber : awalsholeh.blogspot.com

Jumat, 04 Maret 2011

Sepak Bola Kita

Sepak Bola Nasional yang Bikin Stress
 
Menyimak hingar bingar pemilihan ketua umum PSSI, jadi ikut stress. Padahal olah raga, apalagi sepak bola hakikatnya di samping untuk kesehatan fisik tetapi juga untuk kesehatan rohani. Sepak bola saat ini telah menjadi sarana pemenuhan kebutuhan rohani. Banyak aspek yang mendukung untuk menunjang kebutuhan rohani kita, hiburan, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi, nasionalisme dan sebagainya.
Tetapi, di negeri tempat kita hidup, kalau kita mengikuti terus perkembangan sepak bola kita malah sebaliknya. Sepak bola nasional telah menjadi penyumbang stress yang efektif sekaligus menurunkan kecerdasan intelektual dan emosi. Setiap saat kita disuguhkan dagelan yang menurunkan dan merendahkan martabat. Seolah-olah kita hanya sebagai penonton yang sesekali bersorak atau kecewa menahan nafas karena kekalahan. Yang lebih lucu lagi, bukan pemain bola yang memainkan dagelan itu, tetapi para pengurusnya. Prestasi dan sportifitas hanya dongeng dari sebuah visi misi. Lebih naïf lagi, tidak ada yang merasa bertanggung jawab atas carut marut ini. Semua merasa benar, maknanya public yang salah, aneh kan?.
Kita semua cemas, jangan-jangan Negara memang menjelang bangkrut. Jangankan mengurusi peliknya kesulitan yang dialami masyarakat secara keseluruhan, ‘ngurusi’ bola yang bisa melepaskan kepenatan masyarakat dari beban yang terus menghimpit saja, sudah sulit didapat.
Kemarin sore, saya ‘tambah nganggur’ melihat anak-anak main bola di lapangan desa. Mereka begitu semangatnya, bahkan masing-masing anak memainkan dirinya sebagai idola mereka. Ada yang mengaku sebagai Christian Gonzales, Irfan Bachdim, atau Eka Ramdani. Termasuk menirukan gaya mereka saat merayakan gol ke gawang lawan. Saya jadi tersenyum sendiri melihat keceriaan mereka, tetapi sekaligus kecewa. Sebab mereka belum paham bahwa sepak bola nasional kebanggaannya sedang kronis. Kalau saja mereka tahu ruwetnya perkembangan sepak bola kita. Jangan-jangan akan berubah benci terhadap sepak bola. Mudah-mudahan tidak seburuk itu dampaknya.
Okelah kalau begitu….!!!!, yang penting harapan tidak boleh mati. Sepak bola nasional milik kita semua. Dan kita semua berhak mendapatkan yang terbaik dari perkembangan sepak bola kita. Kita nggak perlu perlu tersinggung kalau Negara tetangga mentertawakan kita, karena kita mungkin pantas untuk ditertawakan. So, masing-masing kita, introspeksi diri saja, mudah-mudahan sepak bola kembali pada fungsi yang sebenarnya, amiin.
Kang Ujang

Kamis, 24 Februari 2011

Menikmati Hidup dengan Kata "JANGAN"


1. Jangan merusak diri dengan membandingkan diri kita dengan orang lain. Karena setiap kita pasti diciptakan sangat spesial.
2. Jangan menentukan tujuan kita berdasarkan apa yang orang lain anggap penting. Karena hanya kita yang tahu apa yang terbaik untuk kita.
3. Jangan meremehkan sesuatu yang begitu dekat dengan hati kita. Manfaatkan mereka karena memang Allah menciptakan mereka untuk kebahagiaan kita.
4. Jangan berlebihan memperhitungkan hidup kita di masa lalu maupun di masa depan. Karena bila saatnya tiba tidak ada yang sanggup menolak taqdir Allah, kita harus meninggalkan itu semua.
5. Jangan menyerah dalam menghadapi persoalan hidup. Karena tidak ada yang benar-benar kalah, sampai kita berhenti berusaha.
6. Jangan takut untuk mengakui bahwa kita kurang sempurna. Karena menutupi ketidak sempurnaan adalah belenggu yang menyebabkan kita tidak bisa terisi oleh kelebihan orang lain.
7. Jangan takut menghadapi risiko. Karena ketakutan menghadapi resiko, menutup jalan kita untuk menjadi berani.
8. Jangan mengunci cinta dalam hidupmu, dengan berkata tidak mungkin menemukan. Cara tercepat untuk menerima cinta adalah memberikan; cara tercepat kehilangan cinta adalah dengan memegangnya terlalu erat, dan cara terbaik untuk menjaga cinta adalah memberikan sayap untuknya berkembang.
9. Jangan berharap meraih keberhasilan begitu cepat. Karena, itu akan melupakan dari mana kita berasal dan kemana kita akan pergi/kembali.
10. Jangan lupa bahwa kebutuhan emosi terbesar dari seseorang adalah kebutuhan untuk merasa dihargai. Jadi menghargai orang lain sama saja dengan mengisi kebutuhan emosi terbesar kita sendiri.
11. Jangan takut untuk belajar dari siapa atau apa pun. Karena pengetahuan sangat ringan dan menjadi harta kita yang selalu dapat dibawa kemanapun dengan mudah.
12. Jangan membuang-buang waktu untuk sesuatu yang sia-sia. Hidup bukanlah perlombaan, tetapi perjalanan yang harus dinikmati langkah demi langkah.

The Secret Power of Love




Rahasi Kekuatan Cinta
Jika engkau bukan seorang pencinta, maka jangan pandang hidupmu adalah hidup. Sebab tanpa cinta, segala perbuatan tidak akan dihitung pada hari perhitungan nanti. Setiap waktu yang berlalu tanpa cinta, akan menjelma menjadi wajah yang memalukan dihadapanNya. (Jalaludin Rumi, Filsuf Sufi Balkh/Afganistan abad 12)
Hanya dengan cinta yang indah, kita dapat bertahan terhadap derita kemiskinan, pahitnya kesedihan, dan duka perpisahan.” (Kahlil Gibran, Seniman, Penyair & Penulis Libanon abad 18)
Saya membaca dalam sebuah blog, bahwa salah seorang ahli beladiri terbesar Indonesia yaitu Subur Rahardja (Alm) pendiri PGB Bangau Putih pernah mengatakan sbb: “Cinta kasih adalah inti kekuatan daya hidup, inti kekuatan daya penyembuhan dan inti kekuatan daya pertumbuhan.” Kalau seorang ahli ilmu beladiri saja yang berdasarkan persepsi kita, identik dengan kekuatan dan kecepatan, ternyata mengatakan bahwa inti dari segala kekuatan itu adalah cinta kasih, tentulah tidak perlu diragukan lagi kebenarannya.
Juga seorang sahabat mengatakan bahwa kekuatan cinta kasih itu dapat melindungi kita dari segala macam bahaya dan serangan musuh! Katanya, “Bersihkan hati kamu dari segala ego sehingga dipenuhi oleh perasaan cinta kasih, maka akan ada perisai energi yang menyelubungi dan melindungi kamu sehingga semua niat jahat akan berbalik kepada diri mereka sendiri. Dan perasaan cinta kasih itu akan menarik lebih banyak situasi, orang, dan peluang yang akan membuat kamu merasakan lebih banyak lagi cinta kasih.”(oleh love_misticus)
Saya juga pernah membaca bahwa kekuatan cinta kasih itu membuat kita menjadi tidak dapat disakiti seperti dicontohkan oleh St. Fransiskus dari Asisi bahwa dengan kehadirannya saja suatu daerah yang bergejolak bisa menjadi tenang karena hatinya yang dipenuhi cinta kasih memancar dan bergema ke lingkungan sekelilingnya. Bahkan hewan-hewan buas pun menjadi jinak di hadapannya.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas maka cinta kasih itu layak untuk kita praktikkan dalam kehidupan kita, dalam pikiran, perasaan, dan tindakan kita. Biarlah keberadaan kita di dunia ini dapat memberikan sumbangsih untuk menjadikan dunia ini menjadi lebih baik dengan keberadaan kita yaitu dengan menyebarkan kebaikan, pikiran dan perasaan cinta kasih.
Semalam, saya bermimpi tentang seekor burung merpati putih yang hinggap di atas kepala. Menurut kakak, burung merpati putih adalah lambang dari roh cinta kasih.
Izinkan saya menutup artikel ini dengan kata-kata yang abadi dari Emmet Fox: Hanya dengan cinta, kesulitan dapat diatasi; sakit dapat diobati; pintu dapat dibuka; teluk dapat dijembatani; dinding dapat diruntuhkan; dosa dapat diampuni.
Tak peduli betapa tertanamnya kesulitan, betapa tanpa harapan di masa depan, betapa kacau-balaunya keruwetan, betapa besarnya kesalahan, cinta dapat mengatasi seluruhnya. Bila Anda dapat memberikan cukup cinta, Anda akan menjadi insan paling berbahagia dan berkuasa di dunia.
Salam,
Penulis
Ana Hakim

Jumat, 04 Februari 2011

Keluarga dan Adikku

Aku Menangis untuk Adikku Enam Kali

Diterjemahkan dari : "I cried for my brother six times"

Aku dilahirkan di sebuah dusun
pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak
tanah kering kuning,dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku
mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli
sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya
membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera
menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok,
dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.
"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya.
Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan:
"Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!"
Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata:
"Ayah, aku yang melakukannya! "
Tongkat panjang itu menghantam
punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus
menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan
nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi:
"Kamu sudah belajar mencuri dari
rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa
mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu
malu!"
Malam itu, ibu dan aku memeluk
adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak
menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya
tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan
tangan kecilnya dan berkata:
"Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."

Aku masih selalu membenci
diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku.
Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan
seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika
ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun
terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten.
Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas
propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok
tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut:
"Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..."
Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas:
"Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"
Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata:
"Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku."
Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya:
"Mengapa kau mempunyai jiwa yang
begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di
jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"
Dan begitu kemudian ia mengetuk
setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku
selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata:
"Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."
Aku, sebaliknya, telah memutuskan
untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan
harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan
beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering.
Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di
atas bantalku:
"Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."
Aku memegang kertas tersebut di
atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai
suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.
Dengan uang yang ayahku pinjam
dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen
pada punggungnya dilokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun
ketiga (di universitas) .

Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan:
" Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana !"
Mengapa ada seorang penduduk dusun
mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh
badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya:
"Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?"
Dia menjawab, tersenyum:
"Lihat bagaimana penampilanku. Apa
yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka
tidak akan menertawakanmu? "
Aku merasa terenyuh, dan air mata
memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan
tersekat-sekat dalam kata-kataku:
"Aku tidak perduli omongan siapa pun!Kamu adalah adikku apapun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu. .."

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu.Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan:
"Saya melihat semua gadis kota memakainya.Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."
Aku tidak dapat menahan diri lebih
lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan
menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku
ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih
di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di
depan ibuku:
"Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!"
Tetapi katanya, sambil tersenyum:
"Itu adalah adikmu yang pulang
awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada
tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."
Aku masuk ke dalam ruangan kecil
adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku
mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut
lukanya:
"Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya
"Tidak, tidak sakit. Kamu tahu,
ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada
kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..."
Ditengah kalimat itu ia berhenti.
Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras
turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di
kota . Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang
dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau.Mereka
mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus
mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan:
"Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."
Suamiku menjadi direktur
pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai
manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran
tersebut.Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku diatas
sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat
sengatan listrik,dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi
menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu:
"Mengapa kamu menolak menjadi
manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang
berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius.
Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya:
"Pikirkan kakak ipar, ia baru saja
jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi
manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"
Mata suamiku dipenuhi air mata,
dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang
pendidikan juga karena aku!"
"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika
ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara
pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa
yang paling kamu hormati dan kasihi?"
Tanpa bahkan berpikir ia menjawab,"Kakakku. "

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat:
"Ketika saya pergi sekolah SD, ia
berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan
selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari,
Saya kehilangan satu dari sarung tanganku.Kakakku memberikan satu dari
kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu.
Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang
begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari
itu,saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku
dan baik kepadanya."

Tepuk tangan membanjiri
ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata
begitu susah kuucapkan keluar bibirku,
"Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku."
Dan dalam kesempatan yang paling
berbahagia ini, didepan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran
turun dari wajahku seperti sungai.
Pengirim : Annis
Alamat : FPPB UBB

Rabu, 02 Februari 2011

Pak Bayan dan Seekor Keledai

Di sebuah dusun terpencil, pada zaman dulu, tinggalah sebuah keluarga dengan seorang anak. Sehari-hari, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia memelihara keledai baik untuk dijual atau pun bertani. Anaknya yang semata wayang, begitu sangat ia sayangi. Hingga kemana pun pergi bapaknya selalu mengajak serta.
Suatu ketika, ia merasa keledainya sudah pantas untuk dijual ke pasar. Dan esok paginya, ia bersiap membawa keledai itu ke pasar. Tidak lupa, ia mengajak putra kesayangannya. Karena badan keledai tidak terlalu besar, ia memutuskan untuk menuntun kuda itu dan berjalan kaki menuju pasar. Namun di tengah perjalanan ia berpapasan dengan tetangganya.
“ Mau kemana pak Bayan?” Tanya tetangganya.
“ Mau ke pasar. Aku rasa keledai ini sudah layak untuk dijual”. Jawabnya.
“ Ya Tuhan…pak Bayan ini bagaimana, tega-teganya membawa anak sekecil itu ke pasar berjalan kaki. Kan ada keledai, naikkan saja anak itu di atas keledai, kasihan… biarlah pak Bayan saja yang berjalan kaki “ jelas tetangganya yang merasa iba pada anak pak Bayan.
Oh…betul juga kata tetanggaku, begitu pikir pak Bayan. Akhirnya anaknya ia naikkan di atas keledai dan melanjutkan perjalanan yang memang cukup jauh ke pasar. Tiba-tiba, kembali ia bertemu dengan tetangga yang lain yang baru pulang dari pasar.
“ Pak bayan…pak Bayan…Bapak ini bagaimana, mengapa harus tersiksa oleh keledai. Keledai itu untuk dimanfaatkan oleh kita, kok capek-capek berjalan sejauh itu. Naikki saja keledai itu…! Keledai ya memang fungsinya untuk itu…” jelas tetangganya yang ini.
Pak Bayan pun berubah pikiran. Di samping karena lelah berjalan ia juga berpikir bahwa apa yang dikatakan tengga yang satu ini juga benar. Akhirnya ia pun naik di atas keledai mengikuti saran tetangganya, sehingga keledai itu dinaikki oleh dua orang. Tetapi, sekali lagi ia berpapasan dengan orang yang ia kenal. Dan orang ini pun berkomentar.
“ Keledai sekecil itu kok dinaikki berdua, pak. Apa bukan menyiksa hewan namanya…terus kalau sampai pasar kudanya kelelahan dan nggak bisa dijual gimana?” katanya bertanya heran.
Pak Bayan pun dibuat bingung luar biasa. Apa yang sebaiknya ia lakukan. Dan pendapat mana yang harus ia turuti. Karena saking bingungnya, ia putuskan memanggul keledai itu di pundaknya sampai ke pasar.
------------------------
Dari cerita Pak Bayan,  kita mendapat pelajaran berharga, betapa melelahkannya bila kita harus mengikuti saran setiap orang. Padahal sesungguhnya kitalah yang paling tahu yang terbaik untuk kita. Tetapi, seringkali kita tidak yakin dengan pikiran kita sendiri. Dan saran orang lain kepada kita tidak harus mengikat kita, sehingga begitu sulit untuk bertindak.
Kesimpulannya, kita tidak harus terombang ambing oleh sekian banyak pendapat. Pilihlah yang memang tepat untuk kita dan jalani secara konsisten serta penuh percaya diri. Karena pada hakikatnya pendapat setiap orang dipengaruhi oleh latar belakangnya. Dan kitalah yang paling tahu latar belakang kita sendiri. Semoga bermanfaat…!!! Wallahu A’lam bishshawab.


Kang Syaichu

Jumat, 28 Januari 2011

Mengapa Harus Membaca Al Qur'an





Mengapa membaca Al Qur’an, kalau kita tak mengerti maknanya?
 
Baru saja saya membaca sebuah tulisan pada secarik kertas yang tertempel pada dinding kantor teman saya. Sebuah tulisan tua dari internet. Mungkin sebagian pengunjung sudah pernah membacanya, namun merupakan temuan baru bagi saya. Judulnya adalah: Why do we read quran, even when we do not understand even a single arabic word? Sebuah tulisan indah yang amat menyentuh hati yang saya coba terjemahkan dengan judul di atas: Mengapa membaca al Qur’an ketika kita tak mengerti artinya? Alkisah, hiduplah seorang muslim tua bersama seorang cucunya di sebuah pegunungan di bagian timur Kentucky, Amerika. Sang kakek biasa membaca Qur’an selepas sholat shubuh setiap hari. Sang cucu berusaha meniru setiap tingkah laku kakeknya.
Suatu hari, ia bertanya: “Kek! Aku berusaha membaca Qur’an seperti dirimu tetapi aku tidak mengerti isinya. Jikapun ada sedikit yang kupahami, ia akan terlupakan setiap kali aku menutup kitab itu. Lalu, apa gunanya aku membacanya?”
Dengan perlahan sang kakek membalikkan badan dan berhenti dari memasukkan batu bara ke dalam tungku pemasak. Ia menjawab: “Ambillah keranjang ini, bawalah ke sungai di bawah sana dan bawakan untukku sekeranjang air!”
Sang cucu membawa keranjang hitam penuh jelaga batu bara tersebut ke sungai dan mengambil air. Namun air itu telah habis menetes sebelum sampai ke rumah. Sang kakek tertawa dan meminta sang cucu agar mencobanya sekali lagi: “Mungkin engkau harus lebih cepat membawa airnya kemari.”
Sang cucu berusaha berlari, namun tetap saja air itu lebih cepat keluar dari keranjang sebelum sampai ke rumah. Dengan terengah-engah ia pun mengatakan kepada sang kakek bahwa tidak mungkin mengambil air dengan keranjang. Sebagai gantinya ia akan mengambil air dengan ember.
“Aku tidak perlu satu ember air, yang kuinginkan adalah sekeranjang air!” jawab sang kakek. “Kau saja yang kurang berusaha lebih keras,” timpal sang kakek sambil menyuruhnya mengambil air sekali lagi. Sang kakek pun pergi ke luar rumah untuk melihat usaha sang cucu.
Kali ini sang cucu sangat yakin bahwa tidak mungkin membawa air menggunakan keranjang. Namun ia berusaha memperlihatkan kepada sang kakek bahwa secepat apapun ia berlari, air itu akan habis keluar dari keranjang sebelum ia sampai ke rumah. Kejadian yang sama berulang. Sang cucu sampai kepada kakeknya dengan keranjang kosong. “Lihatlah Kek! Tidak ada gunanya membawa air dengan keranjang.” katanya.
“Jadi, kau pikir tidak ada gunanya?”, sang kakek balik bertanya. “Lihatlah keranjang itu!” pinta sang kakek.
Ketika sang cucu memperhatikan keranjang itu sadarlah ia bahwa kini keranjang hitam itu telah bersih dari jelaga, baik bagian luar maupun dalamnya, dan terlihat seperti keranjang baru.
“Cucuku, demikianlah yang terjadi ketika engkau membaca al Qur’an. Engkau mungkin tidak mengerti atau tidak bisa mengingat apa yang engkau baca darinya. Namun ketika engkau membacanya, engkau akan dibersihkan dan mengalami perubahan, luar maupun dalam. Itulah kekuasaan dan nikmat Allah kepada kita!”
Sumber : www.al-habib.info

Senin, 24 Januari 2011

Pesan Ibu

Suatu hari, tampak seorang pemuda tergesa-gesa memasuki sebuah restoran karena kelaparan sejak pagi belum sarapan. Setelah memesan makanan, seorang anak penjaja kue menghampirinya, "Om, beli kue Om, masih hangat dan enak rasanya!"
"Tidak Dik, saya mau makan nasi saja," kata si pemuda menolak.
Sambil tersenyum si anak pun berlalu dan menunggu di luar restoran.
Melihat si pemuda telah selesai menyantap makanannya, si anak menghampiri lagi dan menyodorkan kuenya. Si pemuda sambil beranjak ke kasir hendak membayar makanan berkata, "Tidak Dik, saya sudah kenyang."

Sambil berkukuh mengikuti si pemuda, si anak berkata, "Kuenya bisa dibuat oleh-oleh pulang, Om."
Dompet yang belum sempat dimasukkan ke kantong pun dibukanya kembali. Dikeluarkannya dua lembar ribuan dan ia mengangsurkan ke anak penjual kue. "Saya tidak mau kuenya. Uang ini anggap saja sedekah dari saya."

Dengan senang hati diterimanya uang itu. Lalu, dia bergegas ke luar restoran, dan memberikan uang pemberian tadi kepada pengemis yang berada di depan restoran.
Si pemuda memperhatikan dengan seksama. Dia merasa heran dan sedikit tersinggung. Ia langsung menegur, "Hai adik kecil, kenapa uangnya kamu berikan kepada orang lain? Kamu berjualan kan untuk mendapatkan uang. Kenapa setelah uang ada di tanganmu, malah kamu berikan ke si pengemis itu?"
"Om, saya mohon maaf. Jangan marah ya. Ibu saya mengajarkan kepada saya untuk mendapatkan uang dari usaha berjualan atas jerih payah sendiri, bukan dari mengemis. Kue-kue ini dibuat oleh ibu saya sendiri dan ibu pasti kecewa, marah, dan sedih, jika saya menerima uang dari Om bukan hasil dari menjual kue. Tadi Om bilang, uang sedekah, maka uangnya saya berikan kepada pengemis itu."
Si pemuda merasa takjub dan menganggukkan kepala tanda mengerti. "Baiklah, berapa banyak kue yang kamu bawa? Saya borong semua untuk oleh-oleh." Si anak pun segera menghitung dengan gembira.

Sambil menyerahkan uang si pemuda berkata, "Terima kasih Dik, atas pelajaran hari ini. Sampaikan salam saya kepada ibumu."
Walaupun tidak mengerti tentang pelajaran apa yang dikatakan si pemuda, dengan gembira diterimanya uang itu sambil berucap, "Terima kasih, Om. Ibu saya pasti akan gembira sekali, hasil kerja kerasnya dihargai dan itu sangat berarti bagi kehidupan kami."

Teman-teman yang luar biasa,
Ini sebuah ilustrasi tentang sikap perjuangan hidup yang POSITIF dan TERHORMAT. Walaupun mereka miskin harta, tetapi mereka kaya mental! Menyikapi kemiskinan bukan dengan mengemis dan minta belas kasihan dari orang lain. Tapi dengan bekerja keras, jujur, dan membanting tulang.
Jika setiap manusia mau melatih dan mengembangkan kekayaan mental di dalam menjalani kehidupan ini, lambat atau cepat kekayaan mental yang telah kita miliki itu akan mengkristal menjadi karakter, dan karakter itulah yang akan menjadi embrio dari kesuksesan sejati yang mampu kita ukir dengan gemilang.

Salam sukses luar biasa!
Dari: Anton Huang

Rabu, 19 Januari 2011

Jangan Mendahulukan Interpretasi

Takut Hantu
 
Salah seorang teman saya, namanya Farid, menceritakan tentang kejadian lucu yang menimpanya. Entah karena sugesti atau mitos, teman saya ini perasaannya berbeda kalau sudah menjelang malam Jum’at. Bahkan oleh teman-teman lain sering ditakut-takuti karena tahu perasaan Farid seperti itu. Pokoknya bagi dia kalau perlu tidak ada malam Jum’at pun tak apa.


Kejadiannya bermula ketika menjelang tidur pada malam Jum’at. Keluarga Farid biasa tidur dalam satu kamar, karena kebetulan anaknya baru semata wayang. Anaknya memang baru bermur 4 tahun. Ketika istri dan anaknya terlelap, tinggal Farid yang belum beranjak tidur karena asyik menonton TV. Saat jam menunjuk pukul 23.00, Farid beranjak ke tempat tidurnya. Seperti biasa sebelum tidur mulutnya komat-kamit berdoa, apalagi malam ini malam Jum’at.

Kejadiannya bermula ketika menjelang tidur pada malam Jum’at. Keluarga Farid biasa tidur dalam satu kamar, karena kebetulan anaknya baru semata wayang. Anaknya memang baru bermur 4 tahun. Ketika istri dan anaknya terlelap, tinggal Farid yang belum beranjak tidur karena asyik menonton TV. Saat jam menunjuk pukul 23.00, Farid beranjak ke tempat tidurnya. Seperti biasa sebelum tidur mulutnya komat-kamit berdoa, apalagi malam ini malam Jum’at.
 

Tiba-tiba, dia mendengar suara aneh dari atap kamarnya. “Kupyak….kupyak…” seperti suara tangan yang menepuk-nepuk air di ember atau kolam. Farid mencoba tidak menghiraukan suara itu, tapi kembali suara itu muncul. Perasaan Farid mulai tidak karuan, jangan-jangan suara di atap itu memang hantu air, begitu pikirnya. Semakin mencoba melupakan, semakin terus bunyi-bunyi itu mengganggu pikirannya.
Akhirnya, tanpa pikir panjang, dia bangunkan istri dan anaknya, sekalipun sebenarnya tidak tega. Istrinya pun tidak mengerti dengan apa yang terjadi. “ Sudahlah…, malam ini kita menginap di rumah ibu dulu. Nanti aku ceritakan disana..” menjawab istrinya yang keheranan. Dengan tergesa-gesa, anaknya yang masih tidur pun digendong ke rumah ibu mertuanya, kebetulan tidak terlalu jauh dari rumahnya. Tidak lupa memeriksa dan mengunci seluruh dan jendela.
 

Sesampai di rumah ibu mertuanya, Farid menceritakan kepada istrinya bahwa di atas atap kamar ia mendengar suara hantu air. Bahkan , sampai dengan ia membawa mereka ke rumah ibunya pun masih terdengar, “kupyak…..kupyak…. berulang-ulang!” begitu papar Farid. Karena masih kantuk, istrinya tidak menghiraukan apa yang diceritakan Farid.
 

Esok harinya, Farid juga menceritakan kejadian semalam kepada ibu mertuanya. Dan Ibu mertuanya hanya tertawa tidak percaya. “Sungguh bu!! Aku mendengarnya berulang-ulang” kata Farid meyakinkan ibunya. “ Hari..gini… Hantu….??? Nggak kali…” goda istrinya. Tetapi tetap saja Farid yakin bahwa di atas atap kamarnya itu ada hantu.
 

Ketika mereka sedang asyik ngobrol, tiba-tiba mereka dikagetkan oleh suara anaknya yang menangis keras, karena ingin kembali ke rumahnya. “ Sabar nak…nanti juga pulang” kata istri Farid. Tapi si anak tetap saja merengek minta pulang. Farid agak heran dengan keinginan anaknya, biasanya dia tidak pernah menangis minta pulang kalau sudah di rumah neneknya. Akhirnya Farid pun bertanya “ Memangnya ada apa, kok terus minta pulang? “
Sambil menangis menjawab “ Pokoknya Abi mau pulang sekarang, kasihan ikannya”. Farid semakin heran “Ikan apa…ikannya siapa?” selidik Farid.
“Kemarin Abi sama teman-teman memancing di sungai belakang, dapat 2 ekor besar-besar. Jadi, Abi ingin pelihara ikan itu, lalu Abi masukkan ke ember dan Abi taruh di atap karena takut dimakan kucing”. Jelas Abi anaknya.
“ Oh jadi yang di atas atap itu ikannya Abi…bukan…?” Mendengar penjelasan Abi, semua tertawa tertawa terbahak-bahak.
--------------------


Ternyata ada pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita lucu di atas. Dalam hidup, kita seringkali mengedepankan interpretasi tanpa berusaha melakukan pembuktian. Terlalu cepat mengambil kesimpulan atas sesuatu yang belum kita buktikan kebenerannya. Keadaan seperti ini seringkali membuat kita tersiksa, karena dihantui oleh pendapat yang dibuat sendiri. Semakin banyak kita membuat kesimpulan yang terlalu cepat, maka semakin banyak prasangka negatif yang muncul. Akibatnya, semakin sedikit pula peluang kita untuk berpikir positif. Padahal kita dituntut untuk selalu berpikir positif dalam mengarungi kehidupan. Mudah-mudahan memberikan hikmah yang baik bagi kita semua, amiin.


Kang Syaichu

Jumat, 14 Januari 2011

Doa-doa Pilihan Pelajar



Doa-doa dalam Al Qur'an
 
"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (al-Furqon : 74)

"Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (Al Hasyr : 10)

"Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (Ali Imran : 147)

"Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku,
dan mudahkanlah untukku urusanku,
dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku,
supaya mereka mengerti perkataanku, (Thahaa : 25 – 28)

"Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (Thahaa : 114)

"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (Al Baqoroh : 201)

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (Ali Imran : 8)

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (Al Baqoroh : 286)

Senin, 10 Januari 2011

Menikmati Hari Ini




3 Hari dalam Hidup

Hari pertama : Hari kemarin.

Kita tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi.
Kita tak bisa menarik perkataan yang telah terucapkan.
Kita tak mungkin lagi menghapus kesalahan dan mengulangi kegembiraan yang Kita rasakan kemarin.
Biarkan hari kemarin lewat dan beristirahat dengan tenang;
lepaskan saja…

Hari kedua : hari esok.
Hingga mentari esok hari terbit,
Kita tak tahu apa yang akan terjadi.
Kita tak bisa melakukan apa-apa esok hari.
Kita tak mungkin sedih atau ceria di esok hari.
Esok hari belum tiba; toh belum tentu esok hari Kita merengkuhnya
biarkan saja…
 

Yang tersisa kini hanyalah hari ini.
Pintu masa lalu telah tertutup,
Pintu masa depan pun belum tiba.
Pusatkan saja diri Kita untuk hari ini.
Kita dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini bila Kita mampu memaafkan hari kemarin dan melepaskan ketakutan akan esok hari.
 

Hiduplah hari ini. Karena, masa lalu dan masa depan hanyalah permainan pikiran yang rumit.
Hiduplah apa adanya. Karena yang ada hanyalah hari ini, hari ini yang abadi.
Perlakukan setiap orang dengan kebaikan hati dan rasa hormat, meski mereka berlaku buruk pada Kita.
Cintailah seseorang sepenuh hati hari ini, karena mungkin besok cerita sudah berganti.
Ingatlah bahwa Kita menunjukkan penghargaan pada orang lain bukan karena siapa mereka, tetapi karena siapakah diri Kita sendiri
 

Jadi, jangan biarkan masa lalu mengekangmu atau masa depan membuatmu
bingung, lakukan yang terbaik HARI INI dan lakukan sekarang juga

Read more: http://www.resensi.net/3-hari-dalam-hidup-ini/2008/09/#ixzz1AbcBciJJ

Kamis, 06 Januari 2011

Memaknai Lapang Dada

Berlapang Dada
 
Kata berlapang dada sangat familiar dalam kehidupan sehari-hari. Terutama, sering kita gunakan untuk memberikan motivasi kepada teman atau sahabat yang sedang tertimpa musibah. Namun, apa makna berlapang dada?. Makna sesungguhnya adalah meluaskan hati. Seringkali hati kita tidak siap menampung permasalahan hidup yang kita hadapi. Sehingga kita menganggap bahwa permasalahan itu melampaui batas kemampuan kita. Padahal jelas-jelas, Allah tidak mungkin membebani manusia melebihi batas kesanggupannya. Hal ini Allah tegaskan pada QS. Al-Baqarah : 286. Lantas mengapa kita sering merasa tertimpa masalah yang begitu berat?

Ada sebuah ilustrasi yang mungkin bisa kita ambil hikmahnya. Ada seorang anak mengeluh kepada orang tuanya kalau dia selalu dihimpit masalah. Bahkan terkadang dia merasa tidak mampu menghadapi permasalahan yang dihadapinya. Dengan bijak orang tuanya mengajak anaknya untuk mencoba sesuatu.
“ Cobalah ambil segenggam garam di dapur dan segelas air ” kata sang ayah.
“ Untuk apa, pak?” sang anak bertanya heran.
“ Aduklah garam itu dalam segelas air, lalu kamu rasakan rasakan sedikit saja, bagaimana?”
“ Asin sekali…, bahkan perutku agak mual-mual” ujar sang anak setelah mencoba air dalam gelas tersebut.
Lalu sang Ayah mengajak anaknya untuk membawa lagi segenggam garam dan menuju ke sebuah danau yang sangat jernih. Kemudian ia memerintahkan anaknya untuk mengaduk garam itu di danau.
“ Sekarang, coba kamu rasakan air danau itu asin atau tidak?”
“ Sama sekali tidak terasa pak, karena danau ini begitu luas”. Kata sang anak.
“ Nah, anggaplah segenggam garam itu masalah dan air adalah hati kita. Maka, sebenarnya yang menjadikan terasa berat menghadapi masalah karena hati kita yang sempit. Sehingga terasa sesak memenuhi dada kita. Tapi cobalah kita perluas hati kita maka akan tidak terasa masalahnya. Semakin luas hati kita maka semakin sedikit kita merasakan masalah yang dihadapi.”
 

Hikmah yang kita ambil dari ilustrasi di atas adalah keluasan hati atau lapang dada. Kuncinya adalah hati kita. Semakin kita mencoba meluaskan hati maka semakin sedikit kita merasakan setiap masalah. Kita tetap harus yakin bahwa Allah tidak mungkin membebani masalah melampaui batas kesanggupan kita. Berharap untuk tidak menghadapi masalah dalam hidup, pasti tidak mungkin. Karena hakikatnya kita dilahirkan untuk menyelesaikan masalah. Dan masalah itu merupakan ujian dan cobaan Allah kepada setiap makhluk-Nya. Semakin tinggi kita memanjati derajat kehidupan, maka setinggi itu pula lah masalah mengikutinya. Jadi, kita harus terus mengasah hati kita untuk berlapang dada.Wallahu a’lam bishshawab.

Kang Syaichu (dari berbagai sumber).

Selasa, 04 Januari 2011

Kegagalan Menurut Thomas A. Edison

Thomas Alva Edison
Thomas Alva Edison


Thomas Alfa Edison, penemu lampu, pada mulanya dianggap bodoh oleh gurunya, sehingga dia dikeluarkan dari sekolahnya. Ibunya memutuskan untuk mengajari sendiri anaknya, karena tak ada sekolah yang mau menerimanya.

Karier penemuannya diawali setelah membaca buku School of Natural Philosophy karya RG Parker (isinya petunjuk praktis untuk melakukan eksperimen di rumah) dan Dictionary Of Science. Ibunya lalu membuatkan sebuah Laboratorium kecil buat dia.
Penemuan terbesarnya adalah Lampu pijar. Namun sebenarnya Thomas Alfa Edison telah menemukan banyak alat dan telah dipatenkan. Penemuan yang dipatenkannya tercatat sebanyak 1.093 buah.
Pada saat menemukan Lampu Pijar ini Thomas Alfa Edison mengalami kegagalan sebanyak 9.998 kali. Baru pada percobaannya yang ke 9.999 dia berhasil secara sukses menciptakan lampu pijar yang benar-benar menyala terang. Pada saat keberhasilan dicapainya, dia sempat ditanya: Apa kunci kesuksesannya. Thomas Alfa Edison menjawab: “SAYA SUKSES, KARENA SAYA TELAH KEHABISAN APA YANG DISEBUT KEGAGALAN”. Bayangkan dia telah banyak sekali mengalami kegagalan yang berulang-ulang. Bahkan saat dia ditanya apakah dia tidak bosan dengan kegagalannya, Thomas Alfa Edison menjawab: “DENGAN KEGAGALAN TERSEBUT, SAYA MALAH MENGETAHUI RIBUAN CARA AGAR LAMPU TIDAK MENYALA”. Luar biasa, Thomas Alfa Edison memandang kegagalan dari kaca mata yang sangat positif. Kegagalan bukan sebagai kekalahan tapi dipandang dari sisi yang lain dan bermanfaat, yaitu mengetahui cara agar lampu tidak menyala.

Cara pandang positifThomas Alfa Edison, tidak menyurutkan semangat, bahkan tetap mampu meyakinkan orang lain untuk mendanai “Proyek Gagal” nya yang berulang-ulang. Ini juga satu hal yang luar biasa. Adakah kita mampu menyakinkan orang untuk mendanai riset kita yang telah gagal berulang-ulang? Tentu bukan pekerjaan yang mudah bukan?

Mari kita belajar banyak dari Thomas Alfa Edison ini.
Dr.-Ing. L.M.F. Purwanto

Senin, 03 Januari 2011

Mengenal Ibnu Khaldun

IBNU KHALDUN
 
“ Dalam buku ini Ibnu Khaldun menulis filsafat dan kaidah sejarah. Kami yakin bahwa buku ini merupakan buku yang paling bagus untuk buku sejenis yang pernah dikarang oleh manusia di mana pun dan kapan pun”. Demikian pernyataan tulus dari seorang ahli sejarah Inggris, Arnold Toynbee, menanggapi sebuah buku karangan Ibnu Khaldun “Al Muqaddimah””.
Ibnu Khaldun nama aslinya adalah Abdul Rahman Ibnu Khaldun. Dilahirkan di Tunisia, pada tahun 1332 M. Ia adalah seorang hakim agung (qadhi’) di Mesir pada masa kesultanan Al Zhahir Barquq. Pengangkatannya sebagai hakim agung karena kedalaman ilmunya. Ia pernah berkelana hingga ke Eropa dan menetap di Fez. Oleh para sarjana Barat, Ibnu Khaldun dinyatakan sebagai sarjana pertama yang mengemukakan prinsip-prinsip sosiologi. Dan dengan pandangannya, ia mengemukakan prinsip-prinsip keadilan social dan politik ekonomi, jauh mendahului Karl Marx dan para sarjana Barat.
Pemikiran-pemikiran Ibnu Khaldun dalam bidang sosiologi masih tetap relevan hingga saat ini. Misalnya saja:
Ekonomi suatu Negara akan bagus dan berkembang selama ada keseimbangan antara kegiatan individu, suasana bersaing (sehat) dan pemerintah. Kerja yang tidak teratur akan membahayakan pertumbuhan ekonomi. Kezaliman merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kehancuran Negara.
Luar biasa! Sebuah pemikiran yang aktual sepanjang masa. Dan pada masa itu (abad 13) belum ada sarjana barat yang mengungkapkan pemikiran tentang hal ini. Bahkan pemikiran-pemikiran beliau selanjutnya menjadi dasar bagi perkembangan “filsafat sejarah” di dunia.
Pemikiran lain yang sangat menarik dari Ibnu Khaldun adalah tentang pendidikan. Ia menganjurkan guru untuk tidak bertindak keras terhadap murid-muridnya. Menurutnya hal itu akan merusak akhlaq anak didik dan perilaku social. Guru haruslah mampu menarik perhatian muridnya, menjaga mereka hingga pikiran mereka terbukan dan berkembang dengan sendirinya.
Sungguh pemikiran yang aktual dan relevan saat ini. Diakui atau tidak penyempurnaan kurikulum yang ada pada kita saat ini mengadopsi pemikiran Ibnu Khladun yang telah diperkenalkannya 8 abad yang silam. Sistem among / pengasuhan yang diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantara adalah implementasi dari pemikiran Ibnu Khaldun.
Namun apa yang menyebabkan jarang sekali yang mengenalnya? Ternyata pemikirannya lah yang menyebabkan tidak dihargai bangsa Arab. Sebagai ilmuwan dia sangat lugas mengungkapkan apa yang dirisaukannya. Dalam beberapa buku Ibnu Khaldun mengungkapkan pendapatnya tentang bangsa Arab. Menurutnya bangsa Arab tidak bisa menguasai, kecuali hal-hal yang sederhana. Kalau pun bisa mengalahkan suatu Negara, maka negara itu akan segera hancur. Semua orang yang menyibukkan diri dalam bidang ilmu pengetahuan di Negara Islam adalah orang Persia, bukan orang Arab.
Sesungguhnya pemikiran itu nyata pada saat ini. Tetapi jelas saja menimbulkan dendam dan sakit hati bangsa Arab. Bahkan karena dianggap menghina bangsa Arab, maka pada tahun 1939 Menteri Pendidikan Irak menganjurkan penggalian kuburan Ibnu Khaldun dan pembakaran buku-buku karyanya. Sehingga sebagian buku-buku yang merupakan karya terbesarnya banyak hilang. Salah atu yang masih ada adalah “Al-Muqaddimah”.
Namun pada pertengahan abad 20, kembali banyak menggali pemikiran-pemikiran Ibnu Khaldun. Dipelopori pertama kali oleh Thaha Husayn, orang Arab yang terus mengajarkan kajian ilmiah tentang pemikiran Ibnu Khaldun. Kemudian Muhammad Abduh, yang dibukakan oleh orang barat saat ia di Eropa. Bahkan banyak sarjana Eropa yang memandang pemikiran Filosof ini memiliki kelebihan di atas Montesqieu.
Referensi :
M. Ishom El Saha, Saiful Hadi, Profil Ilmuwan Muslim Perintis Ilmu Pengetahuan Modern, Fauzan Inti Kreasi, Jakarta, 2004.