Kang Syaichu

Motivation to Learn

Jumat, 04 Maret 2011

Sepak Bola Kita

Sepak Bola Nasional yang Bikin Stress
 
Menyimak hingar bingar pemilihan ketua umum PSSI, jadi ikut stress. Padahal olah raga, apalagi sepak bola hakikatnya di samping untuk kesehatan fisik tetapi juga untuk kesehatan rohani. Sepak bola saat ini telah menjadi sarana pemenuhan kebutuhan rohani. Banyak aspek yang mendukung untuk menunjang kebutuhan rohani kita, hiburan, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi, nasionalisme dan sebagainya.
Tetapi, di negeri tempat kita hidup, kalau kita mengikuti terus perkembangan sepak bola kita malah sebaliknya. Sepak bola nasional telah menjadi penyumbang stress yang efektif sekaligus menurunkan kecerdasan intelektual dan emosi. Setiap saat kita disuguhkan dagelan yang menurunkan dan merendahkan martabat. Seolah-olah kita hanya sebagai penonton yang sesekali bersorak atau kecewa menahan nafas karena kekalahan. Yang lebih lucu lagi, bukan pemain bola yang memainkan dagelan itu, tetapi para pengurusnya. Prestasi dan sportifitas hanya dongeng dari sebuah visi misi. Lebih naïf lagi, tidak ada yang merasa bertanggung jawab atas carut marut ini. Semua merasa benar, maknanya public yang salah, aneh kan?.
Kita semua cemas, jangan-jangan Negara memang menjelang bangkrut. Jangankan mengurusi peliknya kesulitan yang dialami masyarakat secara keseluruhan, ‘ngurusi’ bola yang bisa melepaskan kepenatan masyarakat dari beban yang terus menghimpit saja, sudah sulit didapat.
Kemarin sore, saya ‘tambah nganggur’ melihat anak-anak main bola di lapangan desa. Mereka begitu semangatnya, bahkan masing-masing anak memainkan dirinya sebagai idola mereka. Ada yang mengaku sebagai Christian Gonzales, Irfan Bachdim, atau Eka Ramdani. Termasuk menirukan gaya mereka saat merayakan gol ke gawang lawan. Saya jadi tersenyum sendiri melihat keceriaan mereka, tetapi sekaligus kecewa. Sebab mereka belum paham bahwa sepak bola nasional kebanggaannya sedang kronis. Kalau saja mereka tahu ruwetnya perkembangan sepak bola kita. Jangan-jangan akan berubah benci terhadap sepak bola. Mudah-mudahan tidak seburuk itu dampaknya.
Okelah kalau begitu….!!!!, yang penting harapan tidak boleh mati. Sepak bola nasional milik kita semua. Dan kita semua berhak mendapatkan yang terbaik dari perkembangan sepak bola kita. Kita nggak perlu perlu tersinggung kalau Negara tetangga mentertawakan kita, karena kita mungkin pantas untuk ditertawakan. So, masing-masing kita, introspeksi diri saja, mudah-mudahan sepak bola kembali pada fungsi yang sebenarnya, amiin.
Kang Ujang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumat, 04 Maret 2011

Sepak Bola Kita

Sepak Bola Nasional yang Bikin Stress
 
Menyimak hingar bingar pemilihan ketua umum PSSI, jadi ikut stress. Padahal olah raga, apalagi sepak bola hakikatnya di samping untuk kesehatan fisik tetapi juga untuk kesehatan rohani. Sepak bola saat ini telah menjadi sarana pemenuhan kebutuhan rohani. Banyak aspek yang mendukung untuk menunjang kebutuhan rohani kita, hiburan, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi, nasionalisme dan sebagainya.
Tetapi, di negeri tempat kita hidup, kalau kita mengikuti terus perkembangan sepak bola kita malah sebaliknya. Sepak bola nasional telah menjadi penyumbang stress yang efektif sekaligus menurunkan kecerdasan intelektual dan emosi. Setiap saat kita disuguhkan dagelan yang menurunkan dan merendahkan martabat. Seolah-olah kita hanya sebagai penonton yang sesekali bersorak atau kecewa menahan nafas karena kekalahan. Yang lebih lucu lagi, bukan pemain bola yang memainkan dagelan itu, tetapi para pengurusnya. Prestasi dan sportifitas hanya dongeng dari sebuah visi misi. Lebih naïf lagi, tidak ada yang merasa bertanggung jawab atas carut marut ini. Semua merasa benar, maknanya public yang salah, aneh kan?.
Kita semua cemas, jangan-jangan Negara memang menjelang bangkrut. Jangankan mengurusi peliknya kesulitan yang dialami masyarakat secara keseluruhan, ‘ngurusi’ bola yang bisa melepaskan kepenatan masyarakat dari beban yang terus menghimpit saja, sudah sulit didapat.
Kemarin sore, saya ‘tambah nganggur’ melihat anak-anak main bola di lapangan desa. Mereka begitu semangatnya, bahkan masing-masing anak memainkan dirinya sebagai idola mereka. Ada yang mengaku sebagai Christian Gonzales, Irfan Bachdim, atau Eka Ramdani. Termasuk menirukan gaya mereka saat merayakan gol ke gawang lawan. Saya jadi tersenyum sendiri melihat keceriaan mereka, tetapi sekaligus kecewa. Sebab mereka belum paham bahwa sepak bola nasional kebanggaannya sedang kronis. Kalau saja mereka tahu ruwetnya perkembangan sepak bola kita. Jangan-jangan akan berubah benci terhadap sepak bola. Mudah-mudahan tidak seburuk itu dampaknya.
Okelah kalau begitu….!!!!, yang penting harapan tidak boleh mati. Sepak bola nasional milik kita semua. Dan kita semua berhak mendapatkan yang terbaik dari perkembangan sepak bola kita. Kita nggak perlu perlu tersinggung kalau Negara tetangga mentertawakan kita, karena kita mungkin pantas untuk ditertawakan. So, masing-masing kita, introspeksi diri saja, mudah-mudahan sepak bola kembali pada fungsi yang sebenarnya, amiin.
Kang Ujang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar